Jumat, 02 Mei 2008

GANJARAN


Seorang sahabat yang bekerja di suatu perusahaan jasa bercerita : Pada suatu siang saya berkunjung kesuatu cabang perusahaanya. Dalam keramaian dan antrian nasabah terlihat disudut kantor seorang lelaki tua, berpakaian rapih duduk termangu memperhatikan kesibukan kantor. Sesekali ia menatap buku tabungan dan lembar-lembar kertas deposito ditangannya. Ia nampak letih dan tak kuat lagi untuk ikut antrian yang sudah mulai memanjang. Ia bingung, : “kepada siapa harus meminta tolong ?”

Namun, tak seorang pun ada yang menegur, sehingga ia mengurungkan niat untuk meminta tolong. Ia merasa segan dan rikuh. Padahal dahulu, dia salah satu Direktur di Bank itu, hanya sesekali orang mengangguk ketika terpaksa bertatap muka dengannya. Nampaknya, dia kesepian ditengah keramaian dan kesibukan.

Selang beberapa saat seorang lelaki tua lainnya berpakain sangat sederhana masuk keruangan. Tanpa ada komnda, ruangan menjadi hiruk pikuk menyambutnya. Seakan akan bertemu saudara yang telah lama tak kunjung jumpa. Sapa dan salam ia terima dan ia sampaikan. Sesekali ia tertahan untuk sekedar bercerita dan bernostalgia bersama para pegawai dikantor itu. Atau ada beberapa orang nasabah yang masih mengenalnya turut pula meramaikan suasana. Padahal ia hanya bekas pelayan di kantor itu.

Ketika sedang asyik bercerita dan bertegur sapa, ujung matanya melirik kesuatu sudut. Ia melihat si Bapak yang pertama tadi sedang duduk termangu-mangu, sambil memperhatikannya. Lantas ia pun bergegas menghampiri si bapak tadi. Ia pun bertegur sapa, dengan sikap hormat seperti ketika ia bertugas dulu. Si Bapak pun menerima rasa hormat bekas pelayannya itu, sebagaimana ketika mereka masih berdinas. Si pelpelayan dengan ikhlas menawrkan bantuannya, namun agak tersipu si bekas Direktur menolaknya secara halus. Setelah berbasa-basi, iapun pamit melanjutkan niatnya ke bagian HRD.

Sahabat saya merasakan ada yang aneh. “Kok … bisa ya kejadiannya seperti itu”, gumannya. “Padahal si bapak yang terakhir hanyalah bekas pelayan, sedang si Bapak pertama yang sedang duduk, tak ada yang menegur, padahal ia bekas salah satu direktur di perusahaan itu".

Setelah ia tanyakan kepada salah satu pegawai diperusahaan tersebut, iapun memperoleh informasi tentang betapa tidak mengenakanya sikap si bekas direktur dulu ketika masih menjadi direktur di perusahaan tersebut. Banayak pegawai yang sakit hati, bahkan merasa gembira ketika mendengar si direktunya pensiun. Sedangkan si Bapak pelayan tadi, banyak orang yang merasa nyaman dengannya dan tak terhitung pertolongan yang ia berikan kepada temen-temennya.

Dari perlakuan yang antagonis diatas saya hanya teringat pada suatu firman yang menegaskan, bahwa : tidaklah Tuhan akan menerima Hablun min al-allah / amal ibadahnya seorang manusia jika hablun min al-annas tidak baik.

Sebenarnya, dari firman ini Tuhan hendak menegaskan bahwa kualitas pergaulan dgn sesama hidup jauh lebih penting dari sekedar melaksanakan hal-hal yang bersifat ubudiyah / privat. Mungkin pembuktiannya dapat pula ditelaah dari hukum kekelan energi, bahwa apa yang kita tanam atau berikan akan sama dengan apa yang kita tuai atau terima. Mudah-mudahan (.***)

3 komentar:

Afif Mustofa mengatakan...

sepertinya bisa buat contoh neeh beh buat kita-kita buat saya khususnya

yadisetia mengatakan...

Sarat pelajaran hidup

Unknown mengatakan...

kayaknya buat aku juga Bro