Selasa, 05 Juni 2012

Kecerdasan Adaptasi

Ketika manusia lain harus berupaya memperjuangkan sesuatu, maka tak heran jika harus ada pengorbanan. Akan tetapi biasanya ada kutu busuk yang memanfaatkan situasi. Karena apa yang orang lain perjuangkan tapi sikutu busuk itulah yang menikmatinya, bahkan dikemudian hari memposisikan dirinya sebagai lawan kita dan mendukung yang dianggapnya kuat dan menang. Memang dalam kasus si kutu busuk ini ada juga yang beranggapan bahwa ia memiliki kecerdasan adaptasi, hanya saja digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan etika dan moral yang biasa disepakati umum. Artinya, adaptasi itu dapat digunakan oleh siapa saja, adakalanya tanpa memperhitungkan aturan moral. Karena suatu yang tidak mengherankan, jika kita menang si kutus busuk ini akan beralih berpihak kepada kita.

Saat ini sudah mulai disadari adanya bentuk kecerdasan, selain dari tiga kecerdasan yang ditemukan terdahulu (IQ, EQ dan SQ). Kecerdasan tersebut yakni bagaimana cara manusia melakukan adaptasi dengan lingkungannya atau disebut juga Adversity Quetiont (AQ). Seperti banyak para politikus yang bisa berjaya disemua jaman, sejak jaman orde lama, orde lama dan jaman yang jatanya orde reformasi.

Dalam memahami AQ, banyak yang berangapan bahwa manusia tidak perlu cerdas, yang penting mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan dan mampu mengatasi persoalan hidupnya. Di Indonesia kemampuan untuk melakukan adaptasi sudah menjadi pepatah lama, seperti didaerah Sunda ada isitilah yang disebut “Pindah Cai Pindah Tampian”. Manusia yang mampu hidup seperti air akan mampu hidup dilingkungan manapun, sekalipun demikian bukan berarti harus mengorbankan kekhasan kita, yaitu air, karena kekhasan tersebut dapat membedakan pribadi kita dengan lainnya. Demikian juga didalam tradisi masyarakat Minangkabau yang mayoritas penduduknya banyak hidup “di rantau urang”, masalah adaptasi merupakan prasyarat mutlak jika mereka ingin berhasil. Pepa tah tersebut seperti berbunyi : “Dimana bumi di pijak disana langit di junjung”.

Menurut Paul G. Stolz, PhD. : “manusia perlu memiliki Adversity Quetiont (AQ). Karena AQ dapat mengukur sampai sejauhmana manusia mampu mengatasi persoalan hidupnya”. Kadang sesuatu yang tidak nyaman dalam kehidupan ini sesungguhnya merupakan penyempurnaan sisi spiritual bagi manusia. Misalnya, ada keyakinan yang dimiliki banyak orang, bahwa ketika kita berada dalam kesulitan maka sesungguhnya kita akan memperoleh kebahagiaan; atau ketika kita sakit banyak orang yang meyakini, bahwa sesungguhnya kitapun sedang menyucikan dosa kita.

Keyakinan-keyakinan semacam demikian memberikan makna bahwa manusia tak boleh berputus asa dan senantiasa optimis bahwa kesulitan tersebut akan segera berakhir. Optimisme, ke yakinan dan keikhlasan dalam menghadapi kesulitan merupa kan sisi spiritual yang memang agak sulit untuk dilaksanakan namun perlu. Kesulitan-kesulitan tersebut lebih lanjut perlu di baca sebagai suatu bentuk ujian yang perlu ada didalam kehidu pan. Mungkin juga benar pendapat Victor Frank, menurutnya : mereka yang mampu memaknai seluruh aktifitasnya, memiliki kekuatan bertahan hidup didunia yang fana ini. Pada cara-cara melakukan adaptasi di dalam mata ajar survival diistilahkan de ngan sebutan orientasi. Dalam ilmu survival, kesalahan orientasi menyebabkan seseorang salah mengambil ke putusan atau arah jalan. Seorang pendaki gunung yang menyerahkan petunjuk jalan kearah perjalanan matahari, ia harus mampu mengetahui posisi peta barat dan timur, atau utara dan selatan, iapun harus mengetahui posisi matahari pada jam-jam tertentu. Matahari akan berada disebelah timur jika dipagi hari dan disebelah barat di sore hari. Namun ketika melakukan orientasi arah tanpa me ngetahui waktu, dimungkinkan akan tersesat, karena mengambil arah yang sebaliknya. Adanya perbedaan orientasi dalam kehidupan manusia juga dapat menimbulkan benturan yang sangat keras. Terutama terhadap perbedaan acuan budaya.

Pada dasarnya manusia mampu membukikan dirinya sebagai makhluk yang pandai beradaptasi. Seperti dimasa lalu, dikisahkan banyak hidup Dinosaurus, binatang purba yang kuat dan perkasa. Namun mengapa para dinosaurus sampai sekarang tak ada lagi ?, sedangkan manusia mampu mengikuti evolusi, bahkan semakin berkembang kehidupannya ?.

Adaptasi adalah keunggulan pokok manusia. Dia bisa hidup dan unggul dibandingkan makhluk kuat lainnya, seperti dinosaurus yang hancur, musnah tertelan jaman. Adaptasi ibarat seorang pecinta alam yang harus mampu melakukan survival diantara belantara kelebatan hutan, atau mampu hidup ditengah kekeja man dan kebaikan kehidupannya. Kemampuan manusia untuk melakukan adaptasi dikarenakan manusia memiliki fitrah seba gai makhluk pembelajar, yang senantiasa mempelajari tentang apa saja disekelilingnya, bahkan mengorek-ngorek rahasia alam dan kehidupan yang sebelumnya tersembunyi. Untuk kemudian berhasil mendapatkan penemuan-penemuan yang spektakuler, seperti ilmu kedokteran, tekhnologi ruang angkasa, ilmu gizi, peralatan militer, dan semua yangg terkait dan bertujuan untuk mempertahankan hidup serta kelangsungan kehidupan manusia dimasa depan.

Kemampuan adaptasi adakalanya ibarat sebuah pisau yang bisa digunakan siapa saja. Jika pisau itu tajam dipegang oleh akhli bedah maka akan digunakan untuk membedah segala penyakit yang memang harus dibedah. Namun jika digunakan tukang palak atau tukang peras dipasar, maka digunakan untuk mengancam orang.



Tidak ada komentar: