Senin, 06 April 2015

Berprasangka Baik

Inilah sekelumit pengalaman seorang teman saya yang mungkin bisa diambil hikmahnya. Sambil minum kopi dihari leibu, ia pun bercerita. Konon katanya, suatu saat saya  mulai bekerja di unit baru. Nampak sekumpulan pegawai bergerombol disudut ruanga. Ketika saya lewat mereka seolah-olah mengacuhkan saya, saya pun tak menghiraukannya, namun berupaya mencari tahu, apakah memang saya tidak diterima diunit ini ? atau memang orang-orang disini sangat sombong ?  
Sebagai orang baru, dan ingin sukses di unit baru, maka pikiran-pikiran negartif pun harus dihindarkan, setidak-tidaknya dikelola menjadi suatu kewaspadaan, sekalipun tidak perlu paranoid, dan berburuk sangka. Yang jelas harus mencari tahu, apakah memang mereka tidak mau menerima saya ? atau ada sesuatu hal yang tidak saya pahami ?. Untuk mendapatkan jawaban yang pas, memang tidak semudah membalik tangan, tapi tidak pula sesulit  memanjat tugu monas yang menjulang tinggi ke awan, yang penting harus ada kemauan, konon kabar kemauan lebih penting dari kemampuan, karena kemauan awal dari suatu kemenangan.
Ada beberapa persepsi yang melintas dibenak saya. Apakah mereka sulit menerima orang baru ? atau ada rasa cemburu, mengapa harus saya yang memimpin mereka diunit ini. Padahal banyak orang-orang yang menurut mereka lebih mampu dibandingkan saya. Tapi saya anggap wajar, karena mereka belum mengenal saya. Karena tak kenal maka tak sayang.
Seiring perjalanan waktu, mereka pun dengan ramah memperlakukan saya. Layaknya saudara serumah yang harus harus saling memperhatkan dan saling menolong. Namun dibenak saya masih mengganjal pikiran tentang sikap mereka diawal saya diunit ini. Mungkin saya pun bukan tipe orang yang easy going, gampangan atau tidak perlu menganggap serius, saya harus tetap mencari tahu, agar  dikelak kemudian saya harus pindah diunit lainnya tidak mengulang pengalaman yang sama.
Pada awalnya saya hanya berpretensi, bahwa memang istilah ‘tak kenal maka tak sayang’ itu faktor utama penyebabnya. Lebih jauh saya pun mengetahui, setelah melihat perilaku mereka terhadap orang baru lainnya. Orang-orang baru itu pun menganggap mereka sangat sombong, kurang bergaul, bahkan mencapnya sebagai orang-orang yang sulit menerima perubahan. Tapi bagi saya, yang terlebih dahulu ada di unit saya, tuduhan itu sangat salah, tidak mendasar, bahkan suudzon. Sehingga diam-diam saya pun menasehati orang baru tersebut.
Selayaknyalah orang-orang baru itu mengetahui perilaku lingkungan barunya, sedikit demi sedikit diarahkan kedalam pikiran-pikiran tentang tujuan bersama. Orang baru pun jangan memaksakan orang dilingkungan itu harus terlebih dahulu memahaminya, karena suatu hal yang paling mungkin terjadi adalah conflict akibat berubahnya kebiasaan. Jika ini terjadi, maka akan dipastikan sulitnya mengorganisir tujuan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah persepsi yang sawang sinawang. Orang baru menganggap mereka sombong, akan tetapi justru sebaliknya. Mereka tidak menegur terlebih dahulu karena segan. Mengapa tidak ? karena bisa saja mereka tidak menegur karena rasa segan. Apalagi orang baru itu menjadi pemimpin unitnya. Suatu hal yang tidak mustahil juga, jika mereka diam-diam mencar. Apalagi orang baru itu menjadi pemimpin unitnya. Suatu hal yang tidak mustahil juga, jika mereka diam-diam mencari tahu dan mempelajari sifat-sifat orang baru itu. Apakah orang baru itu mudah diajak bergaul ? pemerah ? mudah tersinggung ? terlalu seriuas ? atau bagaimana ? karena saya yakin, mereka pun tidak mau gagal dalam berhubungan dengan orang baru itu. Apalagi orang baru itu atasannya.
Jadi berprasangka baik lah disetiap tempat baru. Karena energinya pun akan kembali baik. Bukankah berhusnudzon akan lebih baik dari suudzon ? terutama dalam rangka memperbaiki kwalitas pergaulan dengan sesama. Mudah-mudahan saja bisa dikatagorikan Hablun Min Al-annas.

Tidak ada komentar: