Selasa, 14 Oktober 2008

Fakir Fikir

Selain kefakiran harta, kefakiran pendidikan dapat pula menjerumuskan manusia kedalam kegelapan pengetahuan. Kefakiran harta biasanya menutup segala peta pengetahuan yang seharusnya dimiliki. Kefakiran pendidikan dan pengetahuan menyebabkan manusia tidak memiliki peta tentang keberadaan pengetahuan yang mengantarkan pada peta sosial tentang adanya nilai-nilai yang benar dan salah, atau baik dan buruk.

Sekalipun pengetahuan masih merupakan paradigma teoritis, namun ia mampu memberikan petunjuk tentang apa yang perlu dilakukan - dan mengapa harus melakukan. Pengetahuan akan lebih efektif jika disertai ketrampilan dan kemauan. Ketrampilan akan membawa pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan dan menjalankan kebenaran yang diketahuinya. Pengetahuan ibarat arus listrik dan kemauan adalah penghantar keberadaannya – ia adalah motivasi yang dapat menggerakan kebenaran.

Paling tidak ada tiga cara untuk mendapatkan pengetahuan. Salah satu jalan bagi jiwa untuk mendapatkan pengetahuan adalah indra perenungan (fikr). Dengan cara ini jiwa merasakan eksistensi-eksistensi yang dapat dipahami. Lewat jalan itu para nabi mendapatkan wahyu.

Perenungan juga digunakan oleh para penemu ilmu pengetahuan, seperti Sir Issac Newton, Einsten, dan para akhli filsafat seperti Aristoteles dan Plato.

Jalan kedua adalah pendengaran (sam). Melalui penggunaan indra ini jiwa manusia menerima makna kata-kata dan kabar tentang benda-benda tak terlihat yang ditunjukan oleh suara-suara. Tak heran jika ada kata-kata yang mampu melunakan hati kita atau sebaliknya. Kata-kata pula yang biasanya merupakan sumber kekisruhan atau ketenangan.

Ketiga jalan penglihatan (Nahr), dari cara ini jiwa dapat dan menyaksikan benda-benda yang ada disekilingnya. Ia akan mengenali sesuatu yang nyata dan factual. Oleh karenanya, penglihatan sering dijadikan sumber penting dari suatu fakta.

Covey dalam bukunya Seven habits mendifinisikan pengetahuan, ketrampilan dan kemauan sebagai sesuatu yang memiliki titik kulminasi, dapat mendorong manusia melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kondusif bagi kehidupan. Seperti : jika saya mengetahui perbuatan seseorang itu salah atau benar, baik atau buruk. Untuk meminimalisir kesalahannya saya perlu memberitahukan tentang sesuatu yang benar – sayapun lakukan itu. Namun saya tidak tahu cara mendengarkan alasan yang mereka lakukan.

Walaupun saya mendengar tapi saya tidak trampil mendifinisikan alasannya. Saya mungkin tidak tahu cara mendengarkan orang lain secara mendetail. Akan tetapi saya mengetahui bahwa mendengar saja tidak cukup. Kecuali jika saya mau mendengarkan dan mempunyai keinginan untuk mendengarkan.

Bagi manusia, Keinginan atau kemauan untuk mendengar dapat dilatih dan dibiasakan. Hal ini penting, seperti ketika memecahkan suatu masalah, seseorang harus mampu dan memiliki memiliki kemauan untuk mendengar. Tanpa perilaku ini niscaya akan kehilangan data tentang kebenaran itu sendiri. Kemauan dan kemampuan mendengar mampu mendobrak kejumudan paradigma usang yang tidak peduli terhadap lingkungan. (*)



Tidak ada komentar: