Kamis, 21 Juni 2012

Reaksi tor tor

Tor-tor yang semula kurang mendapat perhatian, kini mulai hangat diperbincangkan, bukan karena memiliki ciri unik dan khasnya, serta nilai budaya yang tinggi, melainkan dimainkan di malaysia dan digunakan sebagai obyek wisata. Sontak rasa nasionalisme kita pun terusik dan berdentang keras, sama ketika angklung, keris, reog dan lagu rasa sayange diakui negeri serumpun ini. Konon kabar menurut saudara kita, hal ini tidak melanggar aturan dan diwajarkan oleh pihak Unesco.

Sampai saat ini, tak ada catatan yang pasti tentang berapa warisan budaya kita ini. Jumlah yang telah diakui oleh UNESCO hanya sebagian kecil dari khazanah budaya yang tersebar di penjuru nusantara. Mulai dari budaya populer seperti lagu dangdut hingga yang senyap dari perhatian publik, atau budaya-budaya yang menunjukan masyarakat agraris, yang sakral, religius, maupun dinamis, baik yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir, atau pun eks masyarakat pedalaman.
 
Kita tahu persis ketika seni dan budaya adiluhung yang dimiliki kurang dilirik, pelestariannya hanya mengandalkan masyarakat pecintanya secara turun tumurun. Semestinya, kita melihat persoalan dengan jernih dan pandai mengambil hikmah, bagaimana menjaga warisan budaya ini. Padahal Indonesia memiliki ratusan atau bahkan ribuan warisan budaya yang terlupakan. Bahkan ada yang hampir punah dieliminasi budaya impor yang jelas-jelas tidak memiliki akar disini. Hanya semata-mata mengembangkan pola keinginan pasar yang telah dikooptasi setiap harinya, untuk memasuki pasar hiburan Indonesia dan menciptakan budaya  konsumersime.

Kita mungking 'ngeh' atau sama sekali tidak 'ngeh' ketika generasi muda, para abg, setengah abg dan lanjut abg pada demam K-Pop (Korean Popular) melalui boy band dan girl band atau american pop. bahkan dibela-belain mengundang dan mendatangkan Boy Band masa lalu, sambil para penostalgiannya bersolek menggunakan pakaian dan ornamen abg. mungkin pula kita tak peduli, bahwa kehadiran mereka tak hanya berimplikasi pada reduksi budaya lokal, tetapi juga menjadi medium diplomasi ekonomi. Barang-barang yang berbau Korea laris manis. Jadilah bangsa kita dieksploitasi secara budaya dan ekonomi. Generasi muda lebih bangga menggunakan produk buatan Korea dan mengidentikkan gaya hidup dengan artis Korea idola mereka ketimbang menjaga kelestarian budaya lokal. Sama dengan generasi diatasnya yang bangga jika menggunakan ornamen "H yuku" asli Jepang, atau generasi diatasnya lagi yang bangga terhadap seni dan kebudayaan barat.

Disisi lainnya, para pemegang amanah rakyat tak peduli dengan perubahan ini. mungkin terlalu sibuknya dengan urusan politik, yang diterjemaahkan sebagai : "mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan".  Mungkin ini pula musabab yang menjadikan tidakmampu memproteksi, merawat, dan mengembangkan. Tak ada politik budaya yang jelas dan terarah, nyaris sporadis. Akibatnya, generasi muda makin berjarak dari akar budayanya. dan kita tidak "MEMILIKI KEPRIBADIAN DI BIDANG BUDAYA".

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, bahkan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya jika suatu masyarakat yang tidak memiliki kepribadian di bidang budayanya maka wajar jika ia sendiri tak mampu berdikari dibidang ekonominya dan tak mampu berdaulat di bidang politiknya.

Kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai ''superorganic''. Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan 'dawuh Profesor Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yakni sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Ketika ada klaim dari Malaysia, barulah terusik nasionalisme kita. namun hanya sekedar marah dan menunjukan sikap-sikap yang reaktif tanpa mau berupaya memperbaiki kelemahan, karena tokh generasi muda malah gandrung dengan budaya baru yang diimpor dari timur dan barat. Budaya impor yang juga meminggirkan peran budaya lokal.

Searah jarum jam yang hampir sore, dikejauhan sayup-sayup terdengar lagu yang dinyanyikan Iwan Fals :
"jangan bicara soal nasionalisme - mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri - atau tentang kita yang buat - bisul tumbuh subur - di ujung hidung yang memang tak mancung".

Tidak ada komentar: