Jumat, 21 September 2012

Belajar Mendengar

Sosok Khalifah Harun Ar-Rasyid di era kekuasaan Abbasiyah muncul dalam cerita rakyat yang begitu melegenda itu. Kumpulan cerita rakyat itu mengangkat kisah tentang seorang ratu Sassanid bernama Scheherazade. Dalam dongeng 1001 Malam itu, sang Ratu menceritakan serantai kisah-kisah yang menarik pada suaminya, Raja Shahryar. Cerita demi cerita yang dikisahkan sang ratu pada raja merupakan upaya cerdik yang dilakukannya untuk menunda hukuman mati atas dirinya. Malam demi malam, Ratu bercerita pada sang raja. Scheherezade mengakhiri kisahnya dengan akhir yang menegangkan dan menggantung. Sehingga, sang raja dibuat tertarik dan penasaran untuk mendengar kelanjutan kisah dari sang ratu. Setiap kisah yang diceritakan ratu mampu membetot perhatian raja. Sang raja pun selalu menangguhkan perintah hukuman mati bagi Scheherazade. Dalam kisah ini Khalifah Harun Ar-Rasyid, Abu Nuwas dan Wazir (perdana menteri) Ja`far Al-Barmaki juga menjadi tokoh cerita.

Khalifah ini banyak pula dibicarakan tentang kecintaannya terhadap orang miskin. Konon kabar dikisahkan khalifah sering keluar keraton dengan cara menyamar berkeliling ke kampung-kampung, mengunjungi warganya yang miskin, tanpa pasukan pengawal atau forider, maupun menyertakan asprinya bahkan tanpa protokoler. Dari kunjungannya ini khalifah mengetahui kesusahan rakyatnya, termasuk rakyat-rakyatnya yang kelaparan. Kisah-kisah demikian biasanya diakhir dengan terbitnya bantuan makanan dari khalifah. Mungjin sama halnya saat ini dengan BLT. Hanya bedanya BLT dibagikan melalui upacara serah terima, atau harus dibincangkan dan dicanangkan dalam anggaran negara.

Kisah Khalifah Harun Ar-Rasyid biasanya dilakukan juga oleh para sahabat nabi, yang sering kita dengar pada ceramah-ceramah ustadz, untuk menggambarkan perlunya kepedulian kepada kaum du’afa dan mengukuhkan tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin besrikap dan bertindak. Artinya, kewajiban pemimpin terhadap rakyatnya tidak cukup dilakukan pada acara-acara seremonial, melainkan tanpa diketahui yang lain pun dia harus menolong rakyatnya, karena itulah hakekat dari jabatan sebagai amanah.

Tipe-tipe dan sikap merakyatnya dari khalifah Harun Ar-Rasyid diatas sampai saat ini masih tetap menjadi dambaan rakyat. Pemimpin tidak berjarak dengan rakyatnya, pemimpin berada ditengah-tengah rakyatnya ketika rakyat kesusahan, dan pemimpin mau mendengar apa yang dikeluhkan rakyat, mungkin inilah daya tarik Jokowi ketika secara perkasa mampu mengalahkan rivalnya dari incumbent. menurut JK, Jakarta butuh seseorang yang paham dengan keadaan ibukota dan bekerja lebih baik. JK melihat Fauzi Bowo masih memiliki kekurangan. "Kalau Foke jarang mendengar orang lain," katanya.

Mungkin kita menganggap bahwa mendengarkan itu gampang. Hanya memasang telinga untuk mendengarkan pembicaraan orang lain, atau jika dalam menulis hanya menyimak arah pembicaraan dalam tulisan. Tapi jangan salah, mendengarkan itu ternyata susah. Mungkin banyak orang yang pintar menjadi “pembicara”, tetapi belum tentu pintar menjadi “pendengar”. Banyak orang pintar menjadi penulis, tetapi belum tentu pintar menjadi penyimak tulisan yang baik.

Belajar Mendengarkan atau yang disebut oleh Tubbs & Moss dengan istilah Silent Communication. Sekilas nampak aneh, buku komunikasi yang mengajarkan bagaimana berkomunikasi tetapi di dalamnya mengajarkan untuk tidak berkomunikasi. Apa itu komunikasi? Komunikasi adalah menyampaikan pesan dari pembicara kepada khalayak sasaran untuk mendapat umpan balik yang diharapkan oleh penyampai pesan. Penekanan komunikasi adalah pada “penyampaian pesan”. Dengannya, berarti Silent Communication seakan berlawanan dengan komunikasi itu sendiri, yaitu mengajarkan untuk diam sementara komunikasi mengajarkan untuk bicara.

Lantas apa itu Silent Communication atau belajar mendengarkan? Belajar mendengarkan ternyata juga bagian dari komunikasi. Dalam kasus-kasus tertentu mendengarkan lebih efektif daripada bicara. Diam lebih berarti daripada unjuk bicara. Tentunya, tidak dalam semua hal kita harus diam. Sebagai contoh bagaimana Belajar Mendengarkan diterapkan. Misalnya, ketika seorang pemimpin sedang berkomunikasi dengan rakyat atau konstituennya maka jangan sekali-kali menghindar, karena umumnya rakyat butuh untuk didengarkan keslitannya. Dalam banyak hal, mendengarkan itu menjadi kunci utama dari kesuksesan berkomunikasi. Tidak saja dengan berkata-kata yang banyak hingga membusa, tetapi cukup dengan pasang telinga komunikasinya malah menjadi efektif.

Seperti ketika seorang manajer atau direktur menghadapi demo massal dari para karyawannya. Dalam contoh ini komunikasi yang efektif adalah mendengarkan bukan berbicara. Direktur tinggal mendengarkan apa keinginan dari karyawan tersebut. Jangan sekali-kali mendominasi pembicaraan mentang-mentang atasan. Dalam kasus ini, dibutuhkan kebijaksanaan dalam memilih kapan harus bicara dan kapan harus diam. Inilah yang disebut oleh pengarang buku di atas dengan kekuatan Silent Communication. Maka belajarlah mendengar, karena dengan cara mendengar anda akan tahu apa yang rakyat butuhkan, untuk kemudian melaksanakan amanahnya. Bukankah jabatan itu adalah amanah ?, amanah untuk dilaksanakan ?.







Tidak ada komentar: