Mungkin anda atau saya semula
menggunakan sosmed ini hanya untuk keperluan silaturahmi, atau mencari
informasi. Tak dinyana, banyak karib dan saudara yang telah lama tak pernah sua
akhirnya bisa berkomunikasi dengan baik, bahkan tak bisa dibatasi ruang dan
waktu, karena selama terkoneksi, maka komunikasi pun bisa berjalan lancar.
Namun siapa yang bisa menduga jika kemudahan komunikasi yang disediakan sosmed
mampu mengorganisir suatu revolusi, seperti yang digunakan masyarakat Mesir
untuk menumbangkan rejim Mubarak yang didukung pihak Militer.
Ketika internet masih termasuk
barang aneh, sudah ada idiom-idiom yang menyebutkan, bahwa siapa yang menguasai
informasi, maka mereka akan keluar sebagai pemenang. Kala itu patut diduga,
masyarakat awam hanya tertuju kepada kekuatan Pers, karena memang pers itu
sendiri dianggap sebagai kekuatan politik, disamping parpol, mahasiswa dan
militer. Namun saat ini awak pers memiliki sumber informasi yang luar biasa
membantu, karena dengan sedikit saja mengintip sosmed maka mereka akan
menemukan berbagai informasi yang dibutuhkan, bahkan saat ini banyak terbit
majalah-majalah udara, untuk sebutan webiste atau majalah online.
Memang sosmed itu seperti sebilah
pisau tajam, bahkan setajam Silet. Namun yang terpenting adalah “siapa yang
menggunakannya ?”. Jika pisau tajam dignakan orang gila atau para psikopat,
tentu akan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, namun jika digunakan untuk
dokter bedah, diniscayakan akan sangat membantu manusia. Sosmed sangat membantu
efisiensi penggunaan kertas dan informasi. Jika saja mengundang seseorang tanpa
tulisan dikertas dianggap sopan dan formal, maka kertas dan tinta tulis pun
menjadi tak ada arti. Untung saja ada aturan kesopanan dan formalitas yang
secara tidak langsung membantu mempertahan keberadaan pabrik kertas dan tinta.
Bukan hanya konon atau katanya
jika sosmed banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia, namun tak pelak lagi jika
ada mudharatnya. Adakalanya sosmed digunakan menebar berita baik dan
kegembiraan. Namun ada juga berita intrik dan fitnah. Sosmed dapat serta merta
meluluh lantakan kehidupan seseorang; ia juga dapat memancing simpati dalam
jangka yang relatif singkat. Kesemuanya dapat dilakukan tanpa konsfirmasi dan
kebenaran sumber beritanya. Biasanya pro kontra pun biasanya muncul sama
kuatnya. Rationalitas demi rationalitas saling berhadapan, hingga berakhir
dibatasan benar atau salah, bukan baik atau buruk.
Sosmed adakalanya digunakan
pelampiasan. Ketika pikiran pusing menemui jalan buntu, sementara pelampiasan
susah didapatkan, maka dengan reflek membuka sosmed, sontak ditumpahkanlah
semua serapah. Sama seperti orang-orang yang terhormat berdebat dilayar kaca
hingga tak lagi ada batas kepatutan dan kesopanan. Seolah-olah hanya
memaki-maki diruang kosong, padahal nun diseberang sana, dalam dimensi dunia maya,
banyak orang lain yang ikut membaca dan mencermatinya. Respon pun diberikan
berbagai cara dan maksud. Ada yang cukup mencontreng like, ada yang menanggapi
dengan bijak, tapi tak kurang juga yang ikut nimbrung meramaikan suasana.
Padahal sang superter itu tidak dijamin jika tidak cengar cengir sendiri
membaca tulisan sang korban yang semakin membabi buta.
Para pengguna sosmed idealnya
memiliki kecerdasan dan tanggung jawab yang mumpuni, karena sosmed bukan hanya
sarana yang mampu membangun kebaikan kehidupan, melainkan juga dapat
menghancurkannya melalui cara mengacaukan pikiran kita. Atau mungkin juga kita
lupa, bahwa setiap teknologi itu biasanya disertai dengan budayanya, nakh
masalahnya, apakah kita tahu dan tepat menerapkan budaya sosmed yang sesuai
dengan kehendak kemaslahatan hidup ?. atau saya dan anda termasuk yang
ikut-ikut nimbrung meramaikan era demokrasi yang nyaris chaos, akibat tak mampu
memahami batas-batas liberalisme ?. Walahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar