Rabu, 17 Oktober 2012

Islam dan Sosialisme

Judul Islam dan sosialisme
Penulis Umar Said Tjokroaminoto
Penerbit Lembaga Penggali dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia, 1963
Tebal 104 halaman

Dalam sejarah dan ideologi bangsa, terutama pada saat ini, dimana beberapa kelompok generasi muda sudah mulai menafikan arti kebhinekaan, cenderung sarkastis untuk menyebutkan ideologi lawannya, seolah-olah lawannya harus dimusnahkan, setelah itu mereka berbincang dengan kawannya seakan akan telah melakukan tindakan heroik, nyaris saja kita melupakan peran penting HOS. Tjokroaminoto, bapak bangsa, guru dari segala guru ideologi Indonesia yang hidup dimasa perintis.

Bagi saya yang paling berkesan adalah bahasannya tentang Sosialisme Islam. Yang saat ini seolah-olah para pelaku islam politik berniat mensterilkan diri dari sebutan sosial bagi spirit ideologinya yang memang terkandung didalamnya. Oleh karenanya, ada baiknya buku ini dapat dipahami, paling tidak sekedar mengurangi alergitas terhadap sosialisme yang memang selalu ada diwilayah perjuangan melawan kapiltalisme.

Buku Tjokroaminoto ini diterbitkan kembali oleh tahun 2003, yang meskipun merupakan pikiran lama, tetapi menjadi penting bagi generasi muda sekarang untuk memberikan inspirasi bagi pemikiran-pemikiran kedepan, pemikiran-pemikiran mendasar, untuk membangun fondasi kokoh bagi kemajuan Indonesia. Memuat tentang pemahaman arti sosialisme, sosialisme dalam Islam, sosialisme Nabi Muhammad serta sahabat-sahabat nabi yang berjiwa sosialis dan komparasi-komparasi sosialisme ala Barat dengan sosialisme ala Islam. Tjokroaminoto bukan saja membidani gerakan politik terbesar di Hindia Belanda, tetapi juga mengenalkan konsep pembebasan bagi Indonesia dari tangan Belanda. Tjokro mempelajari sejarah ketertindasan manusia, direnunginya susunan masyarakat Hindia

Belanda dan bagaimana Indonesia ke depan. Kesimpulannya adalah perlu dilakukan pengkajian yang mendalam tentang Sosialisme. Satu-satunya jalan melawan penjajahan Belanda adalah menggunakan senjata Sosialisme. Sosialisme adalah antitesis dari sistem Kapitalisme yang memperbudak bangsa Indonesia. Kapitalisme telah membawa keberanian bagi orang-orang Belanda untuk mengarungi samudera dan menindas bangsa-bangsa lain. Kapitalisme telah meracuni pikiran orang untuk menjadi kaya dengan cara memperbudak orang lain. Kapitalisme merusak jiwa manusia dan menjadikan manusia diperbudak oleh benda. Disinilah lalu Tjokro mencoba menyusun pemikirannya maka lahirlah buku : Islam dan Sosialisme.

Tjokro mempelajari dan membaca buku The Spirit of Islam karya Sayid Ameer Ali, The Ideal Prophet dan Tafsir Al Qur'an karangan Muhammad Ali, dari kedua buku inilah Tjokro mampu membuat buku `Tarekh Islam'. Pemikiran-pemikiran Islam ini kemudian direnungi oleh Tjokro melalui medan dialektika dengan sejarah di jamannya. Ia mencoba untuk menganalisa sistem Kapitalisme yang menjadi akar penjajahan bagi bangsanya. Dan ia menemukan untuk merobohkan kapitalisme hanya dengan sosialisme, seandainya Indonesia merdeka dari Belanda-pun bila sistem Kapitalisme masih dijalankan dengan sewenang-wenang maka penjajahan belumlah selesai. Pelaku penjajahan bisa berbeda tapi intinya sama : Pemilik Modal.

Menjelang kongres Al Islam di Garut, Tjokro menuliskan artikel : "Apakah Socialisme itu?" dan "Socialisme berdasarkan Islam". Dari sinilah kemudian Tjokro benar-benar tekun mendalami Sosialisme dan dari pendalaman itu lahirlah buku fenomenal dari Tjokro, yaitu : "Islam dan Sosialisme" buku ini menjadi pegangan bagi anak didik Tjokro dalam memahami makna kemerdekaan terutama sekali Bung Karno anak didik Tjokro, paling gemilang dan berbintang terang di masa depan. Untuk meng-upgrade pemahaman kader-kader partai terhadap kesadaran politik, sosial dan budaya maka dilakukan kursus-kursus politik bagi kader Partai. Kursus itu bertujuan mempelajari masyarakat Indonesia sendiri dan memperdalam pengetahuan mengenai ajaran-ajaran Islam dan mengalami proses Islamisasi lebih lanjut dan mengetahui lebih baik apa sebenarnya sosialisme itu. Untuk itu dipanggillah Soerjopranoto, kakak kandung Ki Hadjar Dewantoro, yang dikenal sebagai `Si Radja Mogok' karena keberhasilannya mengorganisir pemogokan kaum buruh untuk memprotes kebijakan pemerintah, untuk mengajarkan sosiologi bagi kader partai. Lalu ada KH Fachroedin yang membimbing pemahaman Islam bagi para kader. HOS Tjokroaminoto sendiri memberikan kursus Sosialisme. Salah satu murid HOS Tjokroaminoto yang kelak menjadi pemimpin umat besar Islam di Indonesia Buya Hamka mengenang kursus itu dalam biografi `HOS Tjokroaminoto : Hidup dan Perjuangannnja', yang disusun oleh Amelz dan diterbitkan Penerbit Bulan Bintang, pada hal.37 : "Beliau dalam kursusnya tidak mencela Marx dan Engels, bahkan berterima kasih pada keduanya, sebab teori Historis Materialisme dan Engels, dianggap membawa jelasnya bagaimana kesatuan Sosialisme yang dibawa Nabi Muhammad". Drkslipun memang ada pemahaman yang kurang terhadap Historisme-Materialisme, karena Tjokro tidak langsung membaca buku Karl Marx yang saat itu hanya berbahasa asing dan bahasanya sulit dimengerti. Tjokro membaca dari interpretator-interpretator Marxian, dalam pendapat Tjokro pemahaman Tjokro bahwa Historis-Materialisme itu menafikan `semuanya tertuju pada Allah' dan juga `bertuhankan benda' disini Tjokro agak kurang tepat memahami Karl Marx tentang apa yang dimaksud Karl Marx.

Historis Materialisme tidak berurusan dengan lapisan-lapisan Metafisika yang memang di luar pikiran Karl Marx, Marx hanya memusatkan pada sejarah terbentuknya masyarakat. Metode Materialisme Historis digunakan oleh Marx sebagai alat analisa untuk memahami hukum-hukum dan realitas perkembangan masyarakat dari tahap komunal-primitif hingga ke tahap sosialis berdasarkan postulat bahwa bukanlah kesadaran masyarakat (yang berwujud paham Metafisik, hukum, negara, dan berbagai kelembagaan masyarakat) yang menentukan kondisi hidup. Sebaliknya kondisi masyarakatlah yang coraknya berintikan moda produksi atau cara berproduksi yang ditandai oleh hubungan sosial dari produksi (social relation of product) dan tahap perkembangan ekonomilah yang pada dasarnya menentukan struktur kesadaran masyarakat yang tercermin pada ideologi mereka.

Sosialisme, sebagai cita-cita kemasyarakatan, bagi Tjokro sejalan dengan Islam, sepanjang Sosialisme bertujuan untuk : Memperbaiki nasibnya golongan manusia termiskin dan terbanyak bilangannya, agar bisa mendapatkan nasib yang sesuai dengan derajat manusia." Islam dan Sosialisme bukan saja dekat tapi sejalan. Namun dalam konteks sejarah politik Indonesia kemudian pemikiran Sosialisme seakan-akan dimonopoli kaum intelektual yang paham pemikiran barat, bahkan sepanjang 1960-1965 ajaran Karl Marx di stelsel hanya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) saja dan menempatkan kelompok Islam sebagai bagian dari Kapitalis. Penekanan yang salah kaprah ini bukan saja mengasingkan umat muslim Indonesia pada konsep Sosialisme juga membangun pengertian bahwa Sosialisme hanya bagian dari moral Komunisme Marxisme-Leninisme dan kemudian kaum kapitalisme semakin menipu umat Muslim bahwa ajaran Sosialisme adalah ajaran Haram. Ini dilakukan oleh Negara Orde Baru. Dimana sejarah pendirian Orde Baru adalah sejarah penghancuran terhadap cita-cita bersama Indonesia Raya, membuat segelintir kelompok menjadi kaya raya dan memegang kekuasaan dengan mengelabui sejarah. Maka tidak heran kata-kata `kiri, Gerakan Islam, sosialisme, keadilan sosial dan komunisme' menjadi semacam penyakit dahsyat yang harus dihindari bukan dipelajari dengan detil. Hatta sendiri di tahun-tahun Orde Baru mengingatkan agar bangsanya mendalami Karl Marx dan tidak memusuhinya secara membabi buta, Hatta menulis dalam sebuah artikel : "Apa yang saya lakukan pada dalam beberapa karangan saya adalah menganjurkan kepada bangsaku agar terbuka terhadap ajaran-ajaran Marx dan Engels, karena bangsaku sering mendapat gambaran yang pincang terhadap Marxisme itu, lewat tulisan-tulisan politik dan buku-buku pelajaran".

Hatta bukan saja tokoh intelektual besar Indonesia, ia adalah aktivitis dan proklamator Indonesia. Hatta jauh lebih moderat untuk tidak terjebak pada kekerasan dimana memang salah satu jalan mewujudkan Sosialisme sesuai dengan alur pemikiran Lenin, bahwa merubah sejarah harus dengan Revolusi, dan Revolusi dalam Leninisme bisa berarti darah dan besi. Pada titik nampak perbedaan antara Sosialisme garis keras dan Sosialisme garis moderat. Hatta bersama Sjahrir berada paling moderat, Tan Malaka berpihak pada Nasionalisme Indonesia yang bercirikan masyarakat Komunisme sementara Sukarno mengatur sirkulasi politik yang terjadi, untuk mengatur jalannya sejarah. Namun diakui atau tidak tokoh yang paling ahli mendalami Sosialisme secara ilmiah adalah Hatta. Hatta tidak terjebak pada pemahaman sosialisme emosional yang kemudian kerap menjadi `Penyakit kekanak- kanakan' untuk langsung berkelahi dengan kapitalisme pakai cara kekerasan dan tidak simpatik. Sesungguhnya sosialisme itu juga harus dan mutlak menggunakan kemanusiaan sebagai prinsip. Pada dasarnya Hatta sudah mendahului dan membaca sejarah yang akan terjadi pada bangsanya agar janganlah terlalu menggunakan kekerasan dalam memaksakan ajaran Sosialisme dan meruntuhkan komunisme, karena ini bisa menjadi senjata bagi kaum pemodal dalam hal ini Imperialisme asing untuk merebut dan menghancurkan Indonesia. Namun Sukarno di tahun 1960-an berani bermain-main di titik ini dan kemudian menjadi korban kapitalisme dan segala pertentangannya.

Hatta dalam ceramahnya di RRC pada tahun 1957 menyinggung keterkaitan Islam dengan Sosialisme, bahwa cita-cita Sosialisme yang menyemangati seluruh pergerakan nasional di Indonesia mempunyai tiga sumber, yakni : Pertama ajaran Marx yang yang diajarkan oleh kaum sosialis barat, kemudian diperkuat oleh kejadian besar di Rusia Revolusi Oktober 1917. Kedua, ajaran Islam yang menuntut keadilan yang merata ke seluruh masyarakat dan persamaan serta persaudaraan antara manusia. Ketiga, masyarakat Indonesia yang asli yang berdasarkan milik bersama atas tanah sebagai alat produksi, pada dasarnya adalah masyarakat kolektivis. Sedangkan tentang hubungan Islam dan Sosialisme Hatta menjelaskan, bahwa Keadilan Islam adalah keadilan sosial, yang baru tercapai apabila manusia terlepas dari segala penindasan. Oleh karena persaudaraan antara sesama manusia dan atas dasar tolong menolong hanya tercapai di dalam masyarakat Sosialis, maka penganjur-penganjur Islam berpendapat, bahwa menegakkan suatu masyarakat Sosialis Indonesia adalah suruhan agama.

Sejaman dengan Tjokro-Hatta juga muncul Paul Tillich, walaupun besar kemungkinan baik Hatta ataupun Tjokro tidak mengetahuinya. Paul Tillich adalah seorang teolog Kristen Jerman yang terkemuka, pada tahun 1933, mengeluarkan teorinya tentang sosialisme religius berdasarkan ajaran Kristen dalam bukunya The Socialist Decision yang hingga sekarang mewariskan masalah hubungan antara Kristiani dan Marxisme dalam bidang teologi maupun teori sosial dimana salah satunya adalah Teologi Pembebasan yang banyak dianut pastor-pastor revolusioner di Amerika Latin. Sayang akar pemikiran Tjokroaminoto jadi kehilangan konteksnya di kalangan umat Islam sendiri. Sosialisme yang dikumandangkan Tjokro gagal memasuki medan pemikiran gerakan-gerakan pemuda Islam yang marak di tahun 1930-an. Jong Islamienten Bond maupun Studenten Islam Studieclub, yang berdiri pada tahun 1936, tidak serius menggali ajaran Sosialisme yang berhubungan dengan Islam. Namun apapun masalah ada beberapa pokok, merupakan buah pikiran Tjokro didalam bukunya yang menyebutkan dasar Sosialisme Islam adalah “Kaanannasu ummatan wahidatan”. Qur’an yang suci itu, yang menjadi pokoknya sosialisme, yang menyebutkan pula, bahwa jika segenap peri-kemanusiaan menjadi satu persatuan, tak boleh tidak wajiblah kita berusaha akan mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.

Tjokro lebih lanjut memaparkan : ada lagi satu sabda Allah di dalam Al Qur’an memerintahkan kepada kita, bahwa kita “harus membikin perdamaian (keselamatan) diantara kita”. Lebih jauh di dalam al Qur’an ada dinyatakan, bahwa “kita ini telah dijadikan dari seorang-orang laki-laki dan seorang-orang perempuan” dan “bahwa Tuhan telah memisah-misahkan kita menjadi golongan-golongan dan suku-suku, agar supaya kita mengetahui satu sama lain”. Nabi kita Muhammad s.a.w. telah bersabda, bahwa “Tuhan telah menghilangkan kecongkakan dan kesombongan di atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab tidak mempunyai ketinggian atau kebesaran yang melebihi seorang asing, melainkan barang apa yang telah yakin bagi dia karena takut dan baktinya kepada Tuhan”. Bersabda pula Nabi kita s.a.w. bahwa “Allah itu hanyalah satu saja, dan asalnya sekalian manusia itu hanyalah satu, mereka ampunnya agama hanyalah satu juga”.

Berasalan sabda Tuhan dan sabda Nabi yang saya tirukan ini, maka nyatalah, bahwa sekalian anak Adam itu ialah anggotanya satu badan yang beraturan (organich lichaam), karena mereka itu telah dijadikan dari pada satu asal. Apabila salah satu anggotanya mendapat sakit, maka kesakitannya itu menjadikan rusak teraturnya segenap badan (organisme). Barang apa yang telah saya uraikan ini, adalah saya pandang menjadi pokoknya sosialisme yang sejati, yaitu sosialisme cara Islam (bukan sosialisme cara Barat).

Makna Islam menurut Tjokro terdiri dari dari empat, pertama : Islam –menurut pokok kata “Aslama” –maknanya: menurut kepada Allah dan kepada utusannya dan kepada pemerintahan yang dijadikan dari pada umat Islam. (“Ya ayyuhalladzina amanu athi’ulloha wa’athi urrosula waulilamri minkum”). Kedua, Islam –menurut pokok kata “Salima” –maknanya: selamat. Tegasnya: apabila orang dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah agama Islam, maka tak boleh tidak ia akan mendapat keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat, karena orang Islam itu harus bertabi’at selamat, begitulah menurut hadist sabda Nabi kita yang suci Mohammad s.a.w.: “Afdhalul mukminina islaman man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi”, artinya: orang mukmin yang teranggap utama dalam pada menjalankan agama Islam, ialah mereka yang mempunyai tabi’at selamat yang menyelamatkan sekalian orang Islam, karena dari pada bicaranya dan tangannya. Ketiga Islam, menurut pokok-kata “Salmi” –maknanya: rukun. Tegasnya: orang yang menjalankan agama Islam haruslah rukun. (An aqimuddina wala tatafarraq fiha”, artinya: Hendaklah (kamu) mendirikan agama (Islam) dan janganlah (kamu) sama berselisihan. Keempat Islam, menurut pokok-kata “Sulami”– maknanya: tangga, ialah tangga atau tingkat-tingkat untuk mencapai keluruhan dunia dan keluruhan akhirat. Jikalau orang Islam dengan sungguh-usngguh menjalankakn agamanya, maka tak boleh tidak mereka akan mencapai derajat yang tinggi sebagai yang telah di jalankan oleh khulafaurrasyidin.

Kemudian, Dasar dari Perintah-perintah Agama yang Bersifat Sosialistich mengarangkan perintah-perintah yang berhubungan dengan jalannya ibadah, maka Nabi kita Muhammad s.a.w., ialah pengubah terbesar tentanghal-ikhwal pergaulan hidup manusia bersama (sociale Hervormer) yang terkenal oleh dunia, tiadalah melupakan asas-asas demokrasi tentang persamaan dan persaudaraan dan juga asas-asas sosialisme. Menurut perintah-perintah agama yang telah ditetapkan oleh Nabi kita, maka sekalian orang Islam, kaya dan miskin, dari rupa-rupa bangsa dan warna kulit, pada tiap-tiap hari Jum’at haruslah datang berkumpul di dalam masjid dan menjalankan shalat dengan tidak mengadakan perbedaan sedikitpun juga tentang tempat dan derajat, di bawah pimpinannya tiap-tiap orang yang dipilih di dalam perkumpulan itu. Dua kali dalam tiap-tiap tahun sekalian penduduknya satu kota atau tempat, datanglah berkumpul akan menjalankan shalat dan berjabatan tangan serta berangkul-rangkulan satu sama lain dengan rasa persaudaraannya. Dan akhirnya tiap-tiap orang Islam diwajibkan satu kali di dalam hidupnya akan mengunjungi Mekah pada waktu yang telah ditentukan, bersama dengan berpuluhdan beratus ribu saaudaranya Islam.

Di dalam kumpulan besar ini, beribuan mereka yang datang dari tempat yang dekat tempat yang jauh sama bertemuan disatu tempat pusat, semuanya sama berpakaian satu rupa yang sangat sederhana, buka kepala dan kaki telanjang, orang-orang yang tertinggi dan terendah derajatnya dari rupa-rupa negeri dan tempat, rupa-rupa pula bangsa dan warna kulitnya; kumpulan besar yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini adalah satu pertunjukan sosialme cara Islam dan ialah contoh besar dari pada “persamaan” dan “persaudaraan”. Di dalam kumpulan ini tidak menampak perbedaan sedikitpun juga diantara seorang raja dengan hambanya. Hal inilah bukan saja menanam tetapi juga melakukan (mempraktekkan) perasaan, bahwa segala manusia itu termasuk bilangannya satu persatuan dan diwajibkan kepada mereka itu akan berlaku satu sama lain dengan persamaan yang sempurna sebagai anggota-anggotanya satu persaudaraan.

Sosialisme di dalam Islam bukan saja diajarkan sebagai teori, tetapi dilakukan (dipraktikkan) juga sebagai wajib. Seperti Kedermawanan Cara Islam. Nabi kita menyuruh kita berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat sosialis. Sedang Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu bukannya bersifat kebajikan, tetapi bersifat satu wajib yang keras dan tidak boleh dilalaikannya. Kecuali yang lain-lainnya, maka tentang pemberian sedekah itu Allah ta’ala ada bersabda di dalam Quran beginilah maksudnya :“Kamu tidak pernah akan dapat mencapai keadilan, kecuali apabila kamu telah memberikan daripada apa yang kamu cintai; dan Tuhan mengetahui apa yang kamu berikan itu”.

Di satu tempat yang lain, Allah ta’ala bersabda di dalam Quran begini maksudnya: “Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.

Masih ada lagi lain-lain perintah Tuhan yang mewajibkan kita memberi sedekah dari pada kekayaan kita. Satu dua sabda Nabi kita, yang menunjukkan sifat sosialis yang terkandung di dalam aturan pemberian sedekah, adalah seperti yang berikut :“Sekalian makhluk Tuhan adalah Tuhan ampunnya keluarga dan ialah yang sangat berbakti (percaya) kepada Tuhan yaitu barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya kebajikan kepada makhluk Tuhan”. “Memberi sedekah adalah satu wajib bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya diberikan kepada orang miskin”. “Siapakah yang sangat dikasihi oleh Tuhan? Yaitu barang siapa mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi makhluk Tuhan”.

Sepanjang pengetahuan saya, maka hanyalah Nabi kita itu saja pemberi wet yang telah menetapkan ukuran besar-kecilnya kedermawanan yang berupa sedekah. Sepanjang kemauan Islam maka sedekah ada dua macamnya, yaitu sedekah yang bergantung dari kemauannya pemberi, dan sedekah yang diwajibkan, ialah zakat namanya. Menurut perintah Tuhan di dalam Al Qur’an maka zakat haruslah diberikan kepada delapan golongan manusia: 1. Orang-orang fakir; 2. Orang-orang miskin; 3. ‘Amil, yaitu orang-orang yang diserahi pekerjaan mengumpulkan dan membagi zakat; 4. Mu’amalah kulubuhum (mereka yang hatinya harus dilembekkan akan menurut kepada agama Islam), yakni orang-orang yang meskipun sudah masuk agama Islam, tetapi kerajinannya kepada agama masih lembek, atau orang-orang ternama yang boleh melakukan pengaruh di atas masuknya lain-lain orang kepada agama Islam; 5. Buat membeli lepas orang-orang budak belian. 6. Orang-orang berhutang yang tidak berkuasa membayar hutang itu, yakni hutang untuk keperluan ke-islaman; 7. Orang-orang yang melakukan perbuatan untuk memajukan agama Tuhan dan 8. Orang-orang bepergian, yang tidak akan dapat menyampaikan maksud perginya kalau tidak dengan pertolongannya sesama orang Islam.

Maksudnya melakukan perintah tentang kedermawanan di dalam wet Islam, ternyata ada tiga rupa, yang mana masing-masing sama mempunyai dasar sosialis, pertama membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada keperluan diri sendiri. “Lebih baik mati sendiri, tetapi janganlah membiarkan lain orang mati karena kelaparan”, –inilah rupanya yang telah menjadi pokoknya cita-cita. Kedua, membahagi kekayaan sama-rata di dalam dunia Islam. Dengan lantaran menjadikan peberian zakat sebagai salah satu rukun Islam, adalah dikehendaki; supaya umpamanya ada orang mendapat tinggalan warisan harta-benda yang besar, orang-orang yang miskin dan kekurangan akan mendapat bahagian dari pada kekayaan itu. Ketiga menuntun persaan orang, supaya tidak anggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu ada lebih baik dari pada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata: “Kemiskinan itu menjadikan besar hati saya”. (Al Fakir fakhri).

Islam adalah sebenar-benarnya satu agama yang bersifat demokratis dan telah menetapkan beberapa banyak hukum yang bersifat demokratis bagi orang-orang yang memluk dia. Islam menentukan persaudaraan yang harus dilakukan benar-benar diantara orang-orang Islam di negeri yang mana pun juga, baik yang berkulit merah ataupun berkulit kuning, berkulit putih atau hitam, yang kaya atau yang miskin. Persaudaraan Islam sangatlah elok dan indah sifatnya. Ia dapat menghilangkan permusuhan yang asal dari turun-turunan yang sudah berabad lamanya; orang asing dijadikannya sahabat karib dan persahabatannya itu lebih kuat dari pada perhubungan saudara yang asal dari darah.

Persaudaraan Islam sampai pada tingkat yang tinggi sekali, yaitu terbukti: sepeninggalnya Nabi Muhammad s.a.w. pimpinan Republik Arab tidak diberikan kepada kaluarganya yang terdekat dan tercinta, tetapi diberikan kepada salah seorang sahabatnya. Islam telah menghapuskan perbedaan karena bangsa dan karena kulit sampai begitu luasnya, sehingga beberapa orang Abyssine yang “hitam kulitnya” telah menjadi pemimpin yang sangat terhotmat diantara orang-orang Islam, sedang tiga orang anggota yang sangat ternama dari pada pergaulan hidup Islam bersama –yaitu Hasan, Bilal dan Suhail masing-masing berasal dari Basrah, Habash, (Abyssine) dan Rum (Tuki di Azie) –ketiganya ini berbeda-beda juga warna kulitnya. Islam membunh perbedaan karena kaste dan karena klas begitu sempurna, sehingga orang-orang budak belian telah dijadikan komandan dari bala-tentara Islam memerintah di atas orang-orang dari asal turunan yang tinggi dan tinggi pula derajatnya. Perkawinan antara budak belian dengan orang merdeka yang ternama dirayakan dengan seharusnya, dan anak-anak yang terlahir dari pada mereka dihormat satu rupa juga sebagai anak-anak turunan bangsawan.

Tjokro menyebutkan, bahwa di dalam faham sosialisme adalah tiga anasir, yaitu: kemerdekaan (virjheid-liberty), persamaan (gelijkheid-equality) dan persaudaraan (broederschap-fraternity). Ketiganya anasir ini adalah dimasukkan sebanyak-banyaknya di dalam peraturan-peraturan Islam dan di dalam perikatan hidup bersama yang telah dijadikan oleh Nabi kita yang suci Muhammad s.a.w. Tiap-tiap orang Islam tidak harus takut kepada siapa atau apa pun juga, melainkan diwajibkan takut kepada Allah saja. “Lahaula wala kuwwata illa billah” (Tidak ada pertolongan dan kekuatan, melainkan dari pada Allah belaka). “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanyalah Tuhan saja yang kita sembah dan hanyalah Tuhan sendiri yang kita mintai pertolongan).

Quran yang suci menyatakan: “Kemurahan, yang Tuhan akan mengaruniakan sebanyak-banyak kepada manusia, tiadalah dapat dicegahkan oleh siapa pun juga; barang apa yang Tuhan mempertegahkan, tiadalah dapat dikaruniakan kepada manusia kalau tidak dengan perantaraan Tuhan, dan Dialah yang kuasa dan berpengetahuan.” (Surah XXXV). Tentang “persamaan” maka orang-orang Muslimin dalam zaman dulu bukan saja semua anggap dirinya sama, tetapi mereka semua anggap menjadi satu. Diantara orang-orang Muslimin tidak ada sesuatu perbedaan yang mana pun juga macamnya. Dalam pergaulan hidup bersama diantara mereka tidak ada perbedaan derajat dan tidak ada pula sebab-sebab yang boleh menimbulkan perbedaan klas. Tentang hal ini Khalifah Sayidina Umar r.a. adalah sangat kerasnya. Salah satu suratnya menceritakan satu perkara yang menunjukkan asas-asasnya dengan seterang-terangnya. Kecuali yang lain-lainnya maka ia telah menulis kepada Abu Ubaidah, yang salinannya kurang lebih begini :…Begitulah bicara saya disebabkan oleh Jabalah Ibn Ayhim dari suku bangsa Gassan, yang datang pad kita dengan sanak saudaranya dan kepala dari suku bangsanya, yang saya terima dan saya jamu dengan sepatutnya. Di muka saya mereka menyatakan pengakuan memeluk agama yang benar, sayapun bermuka-cita bahwa “Allah telah menguatkan agama yang hak dan bertambah banyak orang yang memeluknya, lantaran mereka itu datang masuk dan mengetahui apa yang ada di dalam rahasia. Kita bersama pergi ziarah ke Mekkah, dan Jabalah pergi mengelilingi ka’bah tujuh kali. Ketika ia pergi keliling, maka kejadianlah ada seorang laki-laki dari suku bangsa Fizarah menginjak dia punya vest hingga jatuh dari pundaknya. Jabalah membelukkan diri sambil berkata: “Celakalah kamu! Kamu telah menelanjangkan belakangku di dalam ka’bah yang suci”. Si penginjak bersumpah, bahwa ia berbuat yang demikian itu tidak dengan sengaja. Tetapi lalu dipukul oleh Jabalah, dipecahkan hidungnya dan dicabut empat giginya yang sebelah muka. Si miskin yang teraniaya segeralah datang pada saya dan mengadukan keberatannya sambil meminta pertolongan saya. Maka saya perintahkan membawa Jabalah di muka saya, dan saya tanya apakah yang menyebabkan padanya telah memukul saudaranya Islam dengan cara yang demikian ini, mencabut gigi dan memecahkan hidungnya. Ia pun menjawab, bahwa orang tadi telah menginjak vest dan menelanjangkan belakangnya, dengan ditambah perkataan: kalau tidak mengingat hormat yang ia harus tunjukkan kepada ka’bah yang suci, niscaya orang itu telah dibunuh olehnya. Saya pun menjawab, bahwa ia telah melahirkan pengakuan yang terang memberatkan dirinya sendiri; dan apabila orang yang menanggung kerugian itu tidak memberi ampun padanya, saya mesti menuntut perkara padanya selaku pembalasan. Ia menjawab, bahwa ia raja dan orang yang lainnya itu orang tani”. Saya menyatakan padanya, bahwa hal itu tidak dapat diperdulikan, mereka keduanya adalah orang Islam dan oleh karenanya mereka bersamaanlah adanya. Sesudahnya itu ia minta, supaya dia punya hukuman dipertangguhkan sampai keesokan harinya. Saya menanya kepada orang yang mendapat kerugian, apakah ia suka menunggu selama itu; iapun melahirkan mufakatnya. Tetapi pada waktu malam Jabalah dan teman-temannya sama melarikan dirinya”.

Persamaan yang ‘adil serupa itu telah menyebabkan segenap umat Islam menjadi satu badan, satu nyawa. Cita-cita persamaan yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. adalah seperti berikut :“Segala orang Islam adalah sebagai satu orang. Apabila seorang-orang merasa sakit dikepalanya, seluruh badannya merasa sakit juga, dan kalau matanya sakit, segenap badannya pun merasa sakit juga”. “Segala orang Islam adalah sebagai satu bina-bina, beberapa bahagian menguatkan bahagian yang lain-lainnya, dengan laku yang demikian itu juga yang satu menguatkan yang lainnya”.

Orang Islam tidak memperkenankan juga orang-orang yang tidak Islam membuat perbedaan antara orang dengan orang. Apabila mereka menerima utusan-utusannya raja Kristen, dan ketika utusan itu menurut ‘adat kebiasaannya sendiri berjongkok di mukanya kepala-kepala Muslimin, maka kepala-kepala ini tidak meluluskan utusan tadi berjongkok, sebab mereka itu sama-sama makhluk Tuhan belaka.

Persaudaraan diantara orang-orang Islam satu sama lain adalah sangat bagusnya. Rasa cinta diantara mereka itu seperti rasa cinta diantara saudara yang sebenar-benarnya. Di dalam Quran ada sabda Tuhan, menyatakan bahwa Tuhan sendiri menaroh kecintaan dan rasa persaudaraan di dalam hatinya tiap-tiap orang Islam akan mencintai dan merasa bersaudara kepada sesama saudara Islam. “Dan Tuhan menaruh kecintaan di dalam hati mereka itu. Meskipun kamu (Muhammad) telah memberikan segala apa yang ada di dalam dunia, tiadalah kamu akan dapat menjadikan kecintaan di dalam hati mereka. Tetapi Tuhan telah menjadikan kecintaan diantara mereka itu”, begitulah sabda Tuhan di dalam Al Quran.

Adalah pula satu dua ayat di dalam Quran, yang maksudnya harus saya buka disini, seperti yang berikut :“Peganglah kokoh tali Tuhan yang mengikat semuanya, janganlah menimbulkan percerai-beraian, dan ingatlah akan kemurahan Tuhan kepada kamu, ketika Tuhan menaruh kecintaan di dalam hatimu pada kalanya kamu bermusuhan satu sama lain, dan sekarang kamu menjadi saudara karena karunia Tuhan”.

Sabda Nabi kita tentang persaudaraan, bahwa “Orang-orang Islam adalah saudara di dalam agama dan tidak boleh tindas-menindas satu sama lain, juga tidak boleh melalaikan tolong-menolong satu sama lain, juga tidak boleh hina menghina satu sama lain”. “Barang siapa tidak bercinta kepada makhluk Tuhan dan kepada anak-anaknya sendiri, Tuhan tidak akan mencintai dia”. “Tidak seorang mempunyai kepercayaan yang sempurna, sebelum ia mengharapkan bagi saudaranya barang apa yang dia mengharap bagi dirinya sendiri”.

Cita-cita persaudaraan yang disiarkan oleh Nabi kita muhammad s.a.w. adalah begitu luasnya, sehingga Nabi kita telah minta kepada orang-orang yang mengikuti dia, hendaklah mereka berlaku di atas dia sebagai saudaranya sendiri. Kekuatannya persaan sama-sama dan persaudaraan Islam adalah begitu besar, sehingga Faridduin Attar, seorang Sufi Islam besar, pada suatu waktu telah melahirkan pengharapannya begini: “Mudah-mudahanlah kesusahan sekalian orang ditarohkan di dalam hatiku, agar supaya sekalian mereka itu terhindar dari kesusahannya”. Dengan sebenarnyalah Tuan M. A. Hamid Snow boleh berkata dengan suka citanya, kira-kira seperti berikut : “Satu warnanya Islam yang nyata, ialah satu pelajaran yang menyatakan halnya persaudaraan dan Persamaan. Pada pintunya Islam, segala apa saja adalah terhindar dari pada bau-bau yang menunjukkan klas atau kecongkakan dalam pergaulan hidup bersama. “

Catatan : Patria Mahardika, dalam blog Tentang Buku
Referensi :
1 Islam dan Sosialisme”, HOS Tjokroaminoto, Penerbit TriDe, Yogyakarta, 2003
2.http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/01/islam-sosialisme-hos-tjokroaminoto/
3.http://anton-djakarta.blogspot.com/2011/11/tjokroaminoto-islam-dan-sosialisme.html

2 komentar:

Shukra Charaya mengatakan...

Kang Agus....
Menurut pendapatku. Pada mulanya dan semestinya agama sebagai aturan untuk mengangkat derajat manusia, sehingga tidak ada yang menjadi lebih ditinggikan atawa di rendahkan sebab yang pantas ditinggikan hanyalah Tuhan.

Ternyata dalam praktek kehidupan sehari-hari tidak seperti itu. Banyak Orang mencari posisi yang mapan via bendera agama setelah mereka mapan tentu mereka akan empertahankan kemapanan.
Lewat Bendera agama memang terbuka peluang untuk mensakralkan sesuatu agar wilayah itu tidak tersentuh dari kritik. Dengan dengan demikian terciptalah pondasi yang kuat. Nah bila ada pemikiran yang berbeda bukankah akan dengan mudah memberi cap kepada faham atau pemikiran lain dengan kata kafir, sesat.

Unknown mengatakan...

terima kasih pendapatnya. Salam kenal