Kamis, 04 Februari 2010

Purnawirawan kita


Sekitar 30 purnawirawan dan sanak saudara purnawirawan berkeluh kesah di Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/2). Mereka menolak rencana penggusuran tujuh rumah di kawasan Perak, Surabaya, oleh TNI Angkatan Laut karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (Kompas, Jum’at 5 Februari 2010).

Berita itu dimuat dihalaman 1, tentunya mengalahkan berita riuh rendahnya Pansus, sayangnya berita pemiskinan para purnawirawan itu kurang terperhatikan khalayak. Kisah penggusuran rumah yang sama makin marak, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah.

Memang alasan yang dikemukakan pihak otoritas adalah masalah hukum yg terikat dgn sengketa kepemilikan. Pokoknya, tanah dan bangunan tersebut milik negara, yang tercatat sebagai asset di Departemen Keuangan. Jadi para penghuni itu harus hengkang karena akan digunakan untuk para prajurit yang masih aktif.

Lantas bagaimana kisahnya tentang penggsuran Komplek Siliwangi yang saat ini menjulang bangunan megah dan Granada yang sudah tumbuh Plaza Semanggi, adakah manfaatnya bagi para Veteran dan Purnawirawan kita ?. Syukur jika hasil pengembanganya berbuah kesejahteraan bagi mereka ?.

Saya sendiri teringat suatu sajak karya Bung Hatta tentang : Sepatu tua atau lagu Iwan Fals tentang Paman Doblang. Memang ironis, para pengabdi yang menyumbangkan tenaga, pikiran, harta, bahkan nyawa untuk negeri ini menjadi tak ada harganya, ibarat sepatu tua, kecuali bernilai antik bagi para penggemar barang tua. Mungkin juga ada diantara mereka yang masuk pada katagori lagunya Iwan Fals tentang “Serdadu”, yang harus tau pasti.

Indonesia adalah suatu bangsa yang konon ber Pancasila, sangat toleran terhadap suku, agama, ras, etnik dan apapun, sayangnya kita lupa, bahwa yang memperjuangkan tegaknya Pancasila itu menjadi terabaikan, untung saja tak ada dari mereka yang menuntut seperti Rambo, konon seorang veteran perang Vietnam yang di marginalkan di negerinya.

Ada baiknya jika pihak otoritas berkontemplasi, tentang perjalanan hidupnya selama ini, atau mengingat-ingat tentang prinsip-prinsip yang termasuk aras amanah, sudahkan kepemimpinannya amanah ?. kalau jawabnya ‘Ya’, tentunya bagi siapa ? kalo belum, kenapa ?.

Idealnya kita harus mendengungkan kembali, tentang : “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Tapi kalimat itu akan kurang mampu bila diperhadap-hadapkan dengan kondisi jaman yang kadung materialistis, individualis dan liberalistis. Kecuali hanya asyik dijadikan bahan upacara 17 agustusan atau hari Pahlawan.

Saya hanya mengingatkan kita semua, khususnya bagi mereka yang meyakini kebenaran dan nila-nilai agama, terutama yang terkait dengan masalah do’a orang tua dan do’a orang yang teraniaya.

Jika saja para Veteran dan Purnawarman itu orang tua kita, tentunya kita pun berharap mereka dapat mendoakan yang baik-baik buat anak bangsa ini. Insyaallah do’a orang tua akan sangat makbul dari do’a siapapun. Kedua, jika mereka dikatagorikan sebagai orang yang teraniaya, karena dimarginalkan, bagaimana pula kualitas do’a-do’a orang teraniayai itu ?. tidak takutkah terhadap kemakbulan do’a mereka ?.

Sekalipun mereka tidak minta diistimewakan, semoga para veteran dan purnawarman dapat menikmati hari tuanya dengan tenang. Karena tidak sedikit pengorbanan yang telah mereka berikan untuk tegaknya negeri ini, untuk tenangnya para pengusaha menangguk untung, untuk nyamannya para pejabat negara menjalankan tugas kenegaraannya, untuk gagahnya para serdadu mengemban tugas, untuk lantangnya para politikus mengatas namakan rakyat, untuk semua kesempatan yang diberikan kepada generasi kini yang akan datang, untuk kita semua “Bangsa Indonesia”. Merdeka !!!!!!!!!!.

Tidak ada komentar: