Sulit menguraikan tentang nasib buruh dijaman yang katanya sudah merdeka ini. karena reformasi pun hanya melahirkan Gank ekonomi baru yang menyandera aktifitas ekonomi bangsa ini, bahkan lebih Kapitalis dari Adan Smith, atau para penganut ekonomi klasik.
Teori Adam Smith menghubungkan
teori tentang nilai dengan tiga komponen lainnya, yakni upah, laba dan bunga
tanah yang diterima kelompok masyarakat tertentu. Kelompok yang terlibat didalam
produksi nasional, yakni pemilik tenaga kerja; pemilik modal; dan pemilik lahan
pertanian. Upah diberikan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaganya untuk produksi nasional; laba kepada pemilik modal; dan bunga tanah
kepada pemilik lahan per tanian. Sekalipun demikian, cara pembagian ini
dianggap pembagian yang kasar dan tumpang tindih. Karena bisa saja seorang
petani yang bertani dalam tiga kapasitas sekaligus, yakni sebagai tenaga
kerja; pemilik modal; dan pemilik lahan.
Menurut Smith seharusnya dibagi dalam dua
tahap. Pada tahap pertama harus memperhatikan lingkungan yang mempengaruhi
distribusi pendapatan kepada masing-masing pihak. Sedangkan pada tahap kedua
harus memper hatikan keadaan perkembangan ekonomi sebagai suatu keseluruhan,
apakah keadaan perkembangan ekonomi sedang berkembang, stagnan atau sedang
menurun. Dalam menetapkan tingkat upah misalnya, harus memperhatikan sejumlah
faktor yang relevan dengan pekerjaan tertentu, antara lain :
1.
tingkat kecapakan pekerja ;
2.
sebaran geografis tenaga kerja;
3.
lamanya waktu yang digunakan
untuk bekerja;
4.
jenis pekerjaan yang tersedia;
5. syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Disamping itu perlu juga
diperhatikan adanya kekuatan tawar menawar antara para pekerja dan produsen
yang mempekerjakan.
Smith menyadari pula, bahwa
pekerja biasanya berada di dalam posisi tawar yang lebih rendah. Inilah
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat upah. Akan tetapi untuk buruh yang
produktif, hal ini tidak menurunkannya kepada tingkat yang lebih rendah. Karena
upah tidak dapat men capai tingkat yang subsustensi tanpa menurunkan jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan. Adapun pertanyaan terha- dap pendapat Smith,
tentang bagaimana upah pada tingkat subsistensi itu adalah nataural rate yang
akan dicapai dalam jangka panjang ?, masalah ini kemudian dijawab oleh Malthus,
yang menyatakan, bahwa tingkat upah cenderung berkembang ketingkat subsistensi.
Sedangkan menurut Ricardo, hal ini adalah hukum besi, yakni hukum yang tidak
dapat ditawar-tawar berlakunya. Oleh karenanya, pemikiran Adam Smith sejalan
dengan apa yang di pikirkan oleh Malthus dan Ricardo.
Smith menyatakan, bahwa :
perkembangan yang wajar dari upah tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi.
Artinya, upah akan meningkat ketika perekonomian meningkat, dan menurun ketika
perekonomian menurun, serta tetap ketika ekonomi stagnan. Dalam perjalanan
waktu, naik turunnya kegiatan perekonomian cenderung memperlihatkan hubungan timbal
balik dengan laba yang diterima oleh produsen. Semakin banyak upah yang
dibayarkan, maka semakin rendah laba yang diterima para produsen. Selain itu,
Smith menyatakan pula, bahwa semakin meningkat jumlah barang modal, yakni
semakin meningkat investasi dalam ekonomi yang berkembang, maka semakin sukar
bagi para produsen untuk mencari dan menemukan cara produksi yang lebih
produktif bagi modal yang digunakan.
Imaginary machine yang
menghasilkan pendapatan nasional langsung dijabarkan kedalam kebebasan individu
dan peranan pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini diuraikannya
didalam Buku IV Wealth of Nations. Menurutnya: “sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan,
setiap orang harus dibiarkan bebas untuk mencapai tujuannya dengan caranya
sendiri, dan menggunakan tenaga kerja dan modalnya dalam persaingan dengan setiap
orang atas sejumlah orang lainnya.”
Pemerintah sama sekali dibebaskan
dari tugas yang pasti tidak dapat dilaksanakannya, yakni menetapkan apa yang
seharusnya dilakukan para anggota masyarakat agar tinda kannya menunjang peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Karena ketidak mampuan tersebut, maka berakibat kebijakan pemerintah menjadi terbatas pada
hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh para anggota masyarakat secara
individual. Adam Smith hanya menggaris bawahi tugas pemerintah kedalam tiga jenis. Pertama,
melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan dari masyarakat lainnya. Kedua, melindungi masyarakat dari
penindasan oleh anggota ma syarakat lainnya, atau menciptakan suatu adminstrasi
yang adil. Ketiga, menciptakan dan
mempertahankan pekerjaan umum tertentu yang tidak pernah menjadi kepentingan
seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan dan mempertahankanya, karena
biayanya lebih besar dari keuntungan yang dihasilkan. Biasanya, masyarakat lebih
memperoleh kegunaan dari biaya yang dikeluarkan oleh tindakan pemerintah. Namun
pertanyaan yang tersisa dari pendapat Adam Smith tersebut, yakni dimanakah
letak keseimbanganan antara kekuatan invisible hand dari pasar dan invisible
hand dari pemerintah pada waktu, tempat dan situasi yang berbeda-beda.
Perdebatan sekitar konsep kaum
ekonomi klasik mencakup hal-hal yang menyebabkan pertumbuhan pendapatan
nasional; dan bagaimana cara mengalokasikannya didalam masyarakat. Dalam masalah
ini Adam
Smith mengemukakan, bahwa: “semuanya
harus dilakukan melalui mekanisme pasar tempat bekerjanya Invisible Hand.
Peranan Visible Hand dari pemerintah hanya terbatas pada tiga hal, yakni :
1.
Melindungi masyarakat dari
kekerasan dan serbuan dari masyarakat lainnya;
2.
Sejauh mungkin melindungi setiap
anggota masyara- kat dari penindasan oleh anggota masyarakat lainnya, atau
menciptakan suatu administrasi yang adil;
3.
Menciptakan dan mempertahankan
pekerjaan umum tertentu yang tidak pernah menjadi kepentingan seseorang atau
sejumlah orang untuk melaksanakan dan mempertahankannya, karena biayanya lebih
be-sar dari keuntungan yang dihasilkannya.
Perdebatan yang juga muncul pada intinya mempersoalkan
mengenai mekanisme pasar dan turut campur pemerintah. Kedua masalah ini
menjadikan ciri khas dari kapita lisme. Oleh karenanya, dikemudian hari, besar
kecilnya campur tangan pemerintah terhadap pasar harus didjadikan pula ukuran
suatu negara, apakah penganut kapitalis atau bukan.
Di Amerika Serikat misalnya, menurut data diketahui lebih
dari 40% asset yang menyangkut hajat hidup hanya di kelola oleh segelintir pengusaha.
Data ini cukup membuk tikan bahwa Amerika Serikat penganut kapitalisme, sekalipun
tidak termasuk kapitalisme. Mengingat Amerika pun masih kerap memproteksi
produk-produk pertaniannya, termasuk penunjang pertanian. Akan tetapi, dari
data pula diketahui, bahwa angka pertumbuhan terbesar dimasa ini hanya dimiliki
oleh negara-negara yang tidak menganut pasar bebas, seperti China, India dan
Uni Emirat Arab. Kondisi ini sekaligus dapat menangkis anggapan tentang
kapitalisme-lah satu-satunya jalan yang dapat mendatangkan kemakmuran suatu
negara. Mungkin ketiga negara tersebut mendekati dengan apa yang dikemukakan
oleh Robert Malthus, yakni melaksanakan perdagangan bebas dengan intervensi
pemerintah yang terbatas, bagi tangan pemerintah yang kelihatan (visible hand)
untuk bekerja sama dengan tangan yang tidak kelihatan (invisible hand).
Thomas Robert Malthus termasuk penganut aliran Ekonomi Klasik, bahkan
disebut-sebut sebagai pengikut Smith yang setia. Namun dalam hal mekanisme
pasar mereka berbeda pendapat. Malthus tetap mempertahankan tentang perlunya
proteksi untuk produksi pertanian oleh pe merintah melalui Com Laws, menyangkut aturan yang di terapkan,
seperti tahun 1815 dan 1846, berupa pajak impor yang dikenakan untuk gandum,
jagung dan biji-bijian lainnya dari luar negeri.
Malthus beranggapan bahwa mengimpor hasil pertanian
sangat berbahaya bagi Inggris, dengan alasan ekonomi dan politik. Pertama,
alasan ekonomis, harga bahan maka nan menyebabkan tingkat upah yang diperoleh
pekerja menjadi rendah. Akibatnya akan sangat mempengaruhi daya beli kaum
pekerja itu sendiri. Selain itu, menyebabkan menurunnya pendapatan para petani
dan tuan tanah. Kedua, alasan politik. Menurut Malthus akan sa-ngat berbahaya
jika suatu bangsa tergantung kepada bangsa lain untuk memberi makan penduduknya.
Hal ini akan sangat dirasakan akibatnya jika terjadi suatu perang dengan negara
asal bahan makanan diimpor.
John Stuart Mill melihat peran pemerintah (invisible hands) diperlukan
untuk mempercepat perbaikan sistim pendidikan kaum buruh, yang ada kaitannya
dengan masa lah produksi dan distribusi. Pendapat Mill ini sekaligus membedakan
dengan pendapat dari sesama kaum ekonomi klasik lainnya.
Malthus dan Ricardo menyebutkan adanya hukum besi yang menyebabkan
tingkat upah buruh selalu bergerak ketingkat pas-pasan (subsistence level).
Namun menurut Mill, ada dua hukum yang berlaku di bidang ekonomi, yak ni Hukum
Produksi dan Hukum Distribusi. Hukum produksi tidak dapat dikendalikan oleh
manusia, namun sebaliknya, hukum distribusi dapat dikendalikan melalui kesepakatan
sosial. Dengan demikian pendapat dari Ricardo dan Malthus, tentang hukum besi
tingkat upah buruh selalu bergerak ketingkat pas-pasan (subsistence level),
bukanlah sesuatu pendapat yang mutlak berlakunya, karena hu kum ini dapat
ditiadakan oleh adanya kesepakatan masyarakat, seperti saat dicontohkan dengan
adanya kesepakatan tentang Upah Minimal Regional.
Mill menegaskan pula, bahwa perbaikan pada pendapat-an
kaum buruh dapat terjadi melalui pendidikan yang mengubah aspirasi; selera; dan
perilaku kaum buruh keting kat kehidupan yang lebih tinggi. Perubahan ini dapat
di percepat melalui proses pendidikan oleh pemerintah. De ngan demikian, tangan
pemerintah yang kelihatan (Visible Hand) diperlukan untuk mengimbangi
kekurangan pada tangan yang kelihatan (invisible hand) dari mekanisme pasar.
Suatu hal yang sama dengan pendapat Marx dari Mill tentang
hukum besi persaingan dan dinamika kapitalisme. Menurut kaum ekonomi klasik, seperti
Malthus dan Ricardo, dalam perjalanan waktu, pertumbuhan produksi akan
melahirkan stagnasi pada pertumbuhan itu sendiri, dan itu suatu keadaan yang
tidak dikehendaki. Namun dalam pandangan Mill keadaan stationer diatas tidak
perlu dirisaukan, karena kenaikan produksi dapat terjadi melalui persaingan
yang tidak manusiawi dan menurunkan mutu kehidupan masyarakat, seperti sikut
menyikut dan saling menjatuhkan. Keadaan demikian merupakan gejala yang paling
tidak dapat diterima didalam tahap perkembangan industri. Mill mengutarakan demikian
setelah melihat per kembangan di Inggris dan Amerika. Menurut Mill: Tam paknya
semua kemajuan itu bagi mereka tidak lain adalah keadaan, dimana keseluruhan
hidup kaum pria dibaktikan untuk memburu uang dan kehidupan kaum perempuan
untuk melahirkan generasi pemburu uang”.[i]
Hal yang mungkin sama dengan maksud Mill dikemukakan Marx didalam manifesto
Komunis. Menurut Marx: ”Borjuasi telah menanggalkan anggapan mulia terhadap setiap
jabatan yang selama ini dihormati dan dipuja dengan penuh ketaatan. Ia telah
mengubah dokter, advokat, pendeta, penyair, sarjana menjadi buruh-upahannya
yang dibayar”. Mungkin dapat dilihat dari di Indonesia dari Segmentasi Rumah Sakit
yang hanya mau melayani kaum berpunya; atau sekolah-sekolah bagus yang hanya
dihuni anak-anak orang kaya; atau daerah-daerah perumahan yang boleh dihuni
oleh kelompok mampu, bahkan banyak pengacara yang hanya mau melayani
orang-prang tertentu.
Pendapat Mill tentang mutu kehidupan masyarakat bukan hanya
menyandarkan kedalam kemajuan material di bidang ekonomi, melainkan juga
memperhatikan masalah sosial dan politik. Mungkin pendapat Mill hampir sama
halnya dengan pendapat Marx yang mengupas melalui psi koanalisa-histori
materialisme. Bedanya, Mill memperhitungkan adanya eksistensi moral sedangkan
Marx hanya melihat dari hukum obyektifitas, atau historis materialisme.
Menurut Marx, didalam sistim kapitalisme kondisi sikut
menyikut akibat dari persaingan menjadikan kehidupan manusia tidak manusiawi.
Marx menyebutkan ini sebagai dinamika Kapitalisme yang akan membawa kearah
kehan curannya. Marx menuliskan,: “Syarat terpokok untuk hidup dan berkuasanya
kelas borjuis adalah terbentuk dan bertambah besarnya kapital; syarat untuk
kapital ialah kerja-upahan. Kerja upahan semata-mata bersandar pada persaingan
diantara kaum buruh sendiri dan mendorong borjuasi mengasingkan (alienasi) kaum
buruh. Kemudian kaum buruh terdorong untuk tergabung secara revolusioner.
Perkembangan industri besar tersebut merenggut lan dasan dari bawah kaki
borjuasi yang diatasnya menghasilkan borjuasi dan hasil-hasil yang dimilikinya.
Oleh sebab itu, apa yang dihasilkan oleh borjuasi adalah para penggali liang
kuburnya sendiri. Keruntuhan borjuasi dan kemenangan proletariat adalah
sama-sama tidak dapat dielak kan lagi.”[ii]
Marx berkepentingan menegaskan masalah ini untuk menguatkan
thesisnya, bahwa sistim kapitalisme, akan semakin memperbanyak kaum miskin,
atau yang dia sebut sebagai Kaum Proletar. Pada akhirnya hanya menyisakan dua kelas
yang saling berhadap-hadapan, yakni kaum borjuis dan kaum proletar. Oleh
karenanya Marx menganjurkan penghapusan kelas melalui penggantian sistim kapitalisme
menjadi proletariat.[iii]
Sekalipun dalam kenyataan terdapat beberapa pengecualian.
Perbedaan lainnya dari pendapat John Stuart Mill dengan para Ekonomis Klasik dalam hal campur tangan pemerintah
dibidang ekonomi, bersumber pada prinsip utilitari- anism yang dianutnya. Prinsip
dari utilitarianism adalah mengupayakan kebaikan yang terbesar untuk jumlah pen
duduk yang terbesar (the greatest good for the greatest number of people).
Prinsip ini mengandung arti, bahwa tindakan yang benar adalah yang menghasilkan
kebaikan yang terbesar. Prinsip ini memberikan peluang kepada pemerintah untuk
turut campur dibidang perekonomian jika tindakannya akan memberikan kebaikan
yang lebih besar didalam masyarakat. Seperti dalam kasus pemungutan pajak, mungkin
ada sebagian orang yang merasa dirugikan, akan tetapi pajak dapat digunakan untuk
program pemerintah yang berguna bagi orang banyak didalam masya rakat yang
menghasilkan kebaikan yang lebih besar diban dingkan kerugian yang diakibatkannya.
Intervensi pemerintah dimaksud mencakup
: (1) Pendidikan, pembangunan fasilitas umum, dan hal-hal lain yang dapat mencegah
ledakan jumlah penduduk seperti yang diramalkan Malthus; (2) pengenaan pajak
untuk invetasi yang dipandang tidak efisien dan dapat menurunkan tingkat laba;
(3) investasi keluar negeri, di mana biaya produksinya lebih rendah dari pada
biaya produksi dalam negeri. Walaupun Mill bersimpati terhadap perubahan sosial,
namun Mill tidak memiliki konsep yang jelas untuk melakukan perubahan tersebut.
Selain itu, Mill tidak setuju adanya campur tangan pemerintah sebagaimana dalam
kon sep sosialisme. Karena Mill menekankan tentang perlunya perubahan sosial
melalui kerja sama sukarela antara pengusaha dengan kelas pekerja, dan diorganisir
dalam suatu bentuk koperasi.
Dari uraian tentang perdebatan
kaum Ekonomi Klasik pada intinya dapat disimpulkan, bahwa kaum Ekonomi Klasik
yang mengikut Adam Smith melihat, bahwa sistim perekonomian suatu negara
sebagai sistim yang dikendalikan oleh invisible hand. Tetapi sistim tersebut
tidak selalu sempurna. Untuk mengimbangi ketidak sempurnaan tersebut diperlukan
campur tangan pemerintah yang terbatas, dan bukan campur tangan sebagaimana
yang disarankan kaum sosialis.
Pemikiran
tentang invisible hand dikritik oleh Karl Marx di dalam karya-karyanya. Pada periode
selanjutnya sistim ini diperbaiki oleh
kaum Neoklasik. Namun di Indonesia, kisah campur tangan pemerintah, seperti untuk memproteksi produk pertanian maupun upah buruh masih jauh api dari panggang. Jadi sebenarnya negeri ini milik siapa ?.
[i]
http://.en.wikipedia.org/wiki/John_Stuart_mil
[ii]
Lihat Manifesto Komunis, pada bagian akhir pembahasan Kaum Borjusi dan kaum
Proletar.
[iii]
Pendapat ini dibahas didalam
bukunya yang terkenal yakni Das Kapital, serta ditulis pula didalam suatu pamflet,
yakni Manifesto Komunis, khusus- nya bagian tentang Kaum Borjuis dan Kaum
Proletar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar