Sabtu, 02 Maret 2013

Harus ada Intervensi Pemerintah


Sulit menguraikan tentang nasib buruh dijaman yang katanya sudah merdeka ini. karena reformasi pun hanya melahirkan Gank ekonomi baru yang menyandera aktifitas ekonomi bangsa ini, bahkan lebih Kapitalis dari Adan Smith, atau para penganut ekonomi klasik.
Teori Adam Smith menghubungkan teori tentang nilai dengan tiga komponen lainnya, yakni upah, laba dan bunga tanah yang diterima kelompok masyarakat tertentu. Kelompok yang terlibat didalam produksi nasional, yakni pemilik tenaga kerja; pemilik modal; dan pemilik lahan pertanian. Upah diberikan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaganya untuk produksi nasional; laba kepada pemilik modal; dan bunga tanah kepada pemilik lahan per tanian. Sekalipun demikian, cara pembagian ini dianggap pembagian yang kasar dan tumpang tindih. Karena bisa saja seorang petani yang bertani dalam tiga kapasitas sekaligus, yakni sebagai tenaga kerja; pemilik modal; dan pemilik lahan.
Menurut Smith seharusnya dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama harus memperhatikan lingkungan yang mempengaruhi distribusi pendapatan kepada masing-masing pihak. Sedangkan pada tahap kedua harus memper hatikan keadaan perkembangan ekonomi sebagai suatu keseluruhan, apakah keadaan perkembangan ekonomi sedang berkembang, stagnan atau sedang menurun. Dalam menetapkan tingkat upah misalnya, harus memperhatikan sejumlah faktor yang relevan dengan pekerjaan tertentu, antara lain :
1.      tingkat kecapakan pekerja ;
2.      sebaran geografis tenaga kerja;
3.      lamanya waktu yang digunakan untuk bekerja;
4.      jenis pekerjaan yang tersedia;
5.      syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Disamping itu perlu juga diperhatikan adanya kekuatan tawar menawar antara para pekerja dan produsen yang mempekerjakan.
Smith menyadari pula, bahwa pekerja biasanya berada di dalam posisi tawar yang lebih rendah. Inilah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat upah. Akan tetapi untuk buruh yang produktif, hal ini tidak menurunkannya kepada tingkat yang lebih rendah. Karena upah tidak dapat men capai tingkat yang subsustensi tanpa menurunkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Adapun pertanyaan terha- dap pendapat Smith, tentang bagaimana upah pada tingkat subsistensi itu adalah nataural rate yang akan dicapai dalam jangka panjang ?, masalah ini kemudian dijawab oleh Malthus, yang menyatakan, bahwa tingkat upah cenderung berkembang ketingkat subsistensi. Sedangkan menurut Ricardo, hal ini adalah hukum besi, yakni hukum yang tidak dapat ditawar-tawar berlakunya. Oleh karenanya, pemikiran Adam Smith sejalan dengan apa yang di pikirkan oleh Malthus dan Ricardo.
Smith menyatakan, bahwa : perkembangan yang wajar dari upah tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi. Artinya, upah akan meningkat ketika perekonomian meningkat, dan menurun ketika perekonomian menurun, serta tetap ketika ekonomi stagnan. Dalam perjalanan waktu, naik turunnya kegiatan perekonomian cenderung memperlihatkan hubungan timbal balik dengan laba yang diterima oleh produsen. Semakin banyak upah yang dibayarkan, maka semakin rendah laba yang diterima para produsen. Selain itu, Smith menyatakan pula, bahwa semakin meningkat jumlah barang modal, yakni semakin meningkat investasi dalam ekonomi yang berkembang, maka semakin sukar bagi para produsen untuk mencari dan menemukan cara produksi yang lebih produktif bagi modal yang digunakan.
Imaginary machine yang menghasilkan pendapatan nasional langsung dijabarkan kedalam kebebasan individu dan peranan pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini diuraikannya didalam Buku IV Wealth of Nations. Menurutnya: “sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan, setiap orang harus dibiarkan bebas untuk mencapai tujuannya dengan caranya sendiri, dan menggunakan tenaga kerja dan modalnya dalam persaingan dengan setiap orang atas sejumlah orang lainnya.”
Pemerintah sama sekali dibebaskan dari tugas yang pasti tidak dapat dilaksanakannya, yakni menetapkan apa yang seharusnya dilakukan para anggota masyarakat agar tinda kannya menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena ketidak mampuan tersebut, maka berakibat  kebijakan pemerintah menjadi terbatas pada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh para anggota masyarakat secara individual. Adam Smith hanya menggaris bawahi tugas pemerintah kedalam tiga jenis. Pertama, melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan dari masyarakat lainnya. Kedua, melindungi masyarakat dari penindasan oleh anggota ma syarakat lainnya, atau menciptakan suatu adminstrasi yang adil. Ketiga, menciptakan dan mempertahankan pekerjaan umum tertentu yang tidak pernah menjadi kepentingan seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan dan mempertahankanya, karena biayanya lebih besar dari keuntungan yang dihasilkan. Biasanya, masyarakat lebih memperoleh kegunaan dari biaya yang dikeluarkan oleh tindakan pemerintah. Namun pertanyaan yang tersisa dari pendapat Adam Smith tersebut, yakni dimanakah letak keseimbanganan antara kekuatan invisible hand dari pasar dan invisible hand dari pemerintah pada waktu, tempat dan situasi yang berbeda-beda.
Perdebatan sekitar konsep kaum ekonomi klasik mencakup hal-hal yang menyebabkan pertumbuhan pendapatan nasional; dan bagaimana cara mengalokasikannya didalam masyarakat. Dalam masalah ini Adam Smith mengemukakan, bahwa: “semuanya harus dilakukan melalui mekanisme pasar tempat bekerjanya Invisible Hand. Peranan Visible Hand dari pemerintah hanya terbatas pada tiga hal, yakni :
1.      Melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan dari masyarakat lainnya;
2.      Sejauh mungkin melindungi setiap anggota masyara- kat dari penindasan oleh anggota masyarakat lainnya, atau menciptakan suatu administrasi yang adil;
3.      Menciptakan dan mempertahankan pekerjaan umum tertentu yang tidak pernah menjadi kepentingan seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan dan mempertahankannya, karena biayanya lebih be-sar dari keuntungan yang dihasilkannya.
Perdebatan yang juga muncul pada intinya mempersoalkan mengenai mekanisme pasar dan turut campur pemerintah. Kedua masalah ini menjadikan ciri khas dari kapita lisme. Oleh karenanya, dikemudian hari, besar kecilnya campur tangan pemerintah terhadap pasar harus didjadikan pula ukuran suatu negara, apakah penganut kapitalis atau bukan.
Di Amerika Serikat misalnya, menurut data diketahui lebih dari 40% asset yang menyangkut hajat hidup hanya di kelola oleh segelintir pengusaha. Data ini cukup membuk tikan bahwa Amerika Serikat penganut kapitalisme, sekalipun tidak termasuk kapitalisme. Mengingat Amerika pun masih kerap memproteksi produk-produk pertaniannya, termasuk penunjang pertanian. Akan tetapi, dari data pula diketahui, bahwa angka pertumbuhan terbesar dimasa ini hanya dimiliki oleh negara-negara yang tidak menganut pasar bebas, seperti China, India dan Uni Emirat Arab. Kondisi ini sekaligus dapat menangkis anggapan tentang kapitalisme-lah satu-satunya jalan yang dapat mendatangkan kemakmuran suatu negara. Mungkin ketiga negara tersebut mendekati dengan apa yang dikemukakan oleh Robert Malthus, yakni melaksanakan perdagangan bebas dengan intervensi pemerintah yang terbatas, bagi tangan pemerintah yang kelihatan (visible hand) untuk bekerja sama dengan tangan yang tidak kelihatan (invisible hand).
Thomas Robert Malthus termasuk penganut aliran Ekonomi Klasik, bahkan disebut-sebut sebagai pengikut Smith yang setia. Namun dalam hal mekanisme pasar mereka berbeda pendapat. Malthus tetap mempertahankan tentang perlunya proteksi untuk produksi pertanian oleh pe merintah melalui Com Laws, menyangkut aturan yang di terapkan, seperti tahun 1815 dan 1846, berupa pajak impor yang dikenakan untuk gandum, jagung dan biji-bijian lainnya dari luar negeri.
Malthus beranggapan bahwa mengimpor hasil pertanian sangat berbahaya bagi Inggris, dengan alasan ekonomi dan politik. Pertama, alasan ekonomis, harga bahan maka nan menyebabkan tingkat upah yang diperoleh pekerja menjadi rendah. Akibatnya akan sangat mempengaruhi daya beli kaum pekerja itu sendiri. Selain itu, menyebabkan menurunnya pendapatan para petani dan tuan tanah. Kedua, alasan politik. Menurut Malthus akan sa-ngat berbahaya jika suatu bangsa tergantung kepada bangsa lain untuk memberi makan penduduknya. Hal ini akan sangat dirasakan akibatnya jika terjadi suatu perang dengan negara asal bahan makanan diimpor.
John Stuart Mill melihat peran pemerintah (invisible hands) diperlukan untuk mempercepat perbaikan sistim pendidikan kaum buruh, yang ada kaitannya dengan masa lah produksi dan distribusi. Pendapat Mill ini sekaligus membedakan dengan pendapat dari sesama kaum ekonomi klasik lainnya.
Malthus dan Ricardo menyebutkan adanya hukum besi yang menyebabkan tingkat upah buruh selalu bergerak ketingkat pas-pasan (subsistence level). Namun menurut Mill, ada dua hukum yang berlaku di bidang ekonomi, yak ni Hukum Produksi dan Hukum Distribusi. Hukum produksi tidak dapat dikendalikan oleh manusia, namun sebaliknya, hukum distribusi dapat dikendalikan melalui kesepakatan sosial. Dengan demikian pendapat dari Ricardo dan Malthus, tentang hukum besi tingkat upah buruh selalu bergerak ketingkat pas-pasan (subsistence level), bukanlah sesuatu pendapat yang mutlak berlakunya, karena hu kum ini dapat ditiadakan oleh adanya kesepakatan masyarakat, seperti saat dicontohkan dengan adanya kesepakatan tentang Upah Minimal Regional.
Mill menegaskan pula, bahwa perbaikan pada pendapat-an kaum buruh dapat terjadi melalui pendidikan yang mengubah aspirasi; selera; dan perilaku kaum buruh keting kat kehidupan yang lebih tinggi. Perubahan ini dapat di percepat melalui proses pendidikan oleh pemerintah. De ngan demikian, tangan pemerintah yang kelihatan (Visible Hand) diperlukan untuk mengimbangi kekurangan pada tangan yang kelihatan (invisible hand) dari mekanisme pasar.
Suatu hal yang sama dengan pendapat Marx dari Mill tentang hukum besi persaingan dan dinamika kapitalisme. Menurut kaum ekonomi klasik, seperti Malthus dan Ricardo, dalam perjalanan waktu, pertumbuhan produksi akan melahirkan stagnasi pada pertumbuhan itu sendiri, dan itu suatu keadaan yang tidak dikehendaki. Namun dalam pandangan Mill keadaan stationer diatas tidak perlu dirisaukan, karena kenaikan produksi dapat terjadi melalui persaingan yang tidak manusiawi dan menurunkan mutu kehidupan masyarakat, seperti sikut menyikut dan saling menjatuhkan. Keadaan demikian merupakan gejala yang paling tidak dapat diterima didalam tahap perkembangan industri. Mill mengutarakan demikian setelah melihat per kembangan di Inggris dan Amerika. Menurut Mill: Tam paknya semua kemajuan itu bagi mereka tidak lain adalah keadaan, dimana keseluruhan hidup kaum pria dibaktikan untuk memburu uang dan kehidupan kaum perempuan untuk melahirkan generasi pemburu uang”.[i] Hal yang mungkin sama dengan maksud Mill dikemukakan Marx didalam manifesto Komunis. Menurut Marx: ”Borjuasi telah menanggalkan anggapan mulia terhadap setiap jabatan yang selama ini dihormati dan dipuja dengan penuh ketaatan. Ia telah mengubah dokter, advokat, pendeta, penyair, sarjana menjadi buruh-upahannya yang dibayar”. Mungkin dapat dilihat dari di Indonesia dari Segmentasi Rumah Sakit yang hanya mau melayani kaum berpunya; atau sekolah-sekolah bagus yang hanya dihuni anak-anak orang kaya; atau daerah-daerah perumahan yang boleh dihuni oleh kelompok mampu, bahkan banyak pengacara yang hanya mau melayani orang-prang tertentu.
Pendapat Mill tentang mutu kehidupan masyarakat bukan hanya menyandarkan kedalam kemajuan material di bidang ekonomi, melainkan juga memperhatikan masalah sosial dan politik. Mungkin pendapat Mill hampir sama halnya dengan pendapat Marx yang mengupas melalui psi koanalisa-histori materialisme. Bedanya, Mill memperhitungkan adanya eksistensi moral sedangkan Marx hanya melihat dari hukum obyektifitas, atau historis materialisme.
Menurut Marx, didalam sistim kapitalisme kondisi sikut menyikut akibat dari persaingan menjadikan kehidupan manusia tidak manusiawi. Marx menyebutkan ini sebagai dinamika Kapitalisme yang akan membawa kearah kehan curannya. Marx menuliskan,: “Syarat terpokok untuk hidup dan berkuasanya kelas borjuis adalah terbentuk dan bertambah besarnya kapital; syarat untuk kapital ialah kerja-upahan. Kerja upahan semata-mata bersandar pada persaingan diantara kaum buruh sendiri dan mendorong borjuasi mengasingkan (alienasi) kaum buruh. Kemudian kaum buruh terdorong untuk tergabung secara revolusioner. Perkembangan industri besar tersebut merenggut lan dasan dari bawah kaki borjuasi yang diatasnya menghasilkan borjuasi dan hasil-hasil yang dimilikinya. Oleh sebab itu, apa yang dihasilkan oleh borjuasi adalah para penggali liang kuburnya sendiri. Keruntuhan borjuasi dan kemenangan proletariat adalah sama-sama tidak dapat dielak kan lagi.”[ii]
Marx berkepentingan menegaskan masalah ini untuk menguatkan thesisnya, bahwa sistim kapitalisme, akan semakin memperbanyak kaum miskin, atau yang dia sebut sebagai Kaum Proletar. Pada akhirnya hanya menyisakan dua kelas yang saling berhadap-hadapan, yakni kaum borjuis dan kaum proletar. Oleh karenanya Marx menganjurkan penghapusan kelas melalui penggantian sistim kapitalisme menjadi proletariat.[iii] Sekalipun dalam kenyataan terdapat beberapa pengecualian.
Perbedaan lainnya dari pendapat John Stuart Mill dengan para Ekonomis Klasik dalam hal campur tangan pemerintah dibidang ekonomi, bersumber pada prinsip utilitari- anism yang dianutnya. Prinsip dari utilitarianism adalah mengupayakan kebaikan yang terbesar untuk jumlah pen duduk yang terbesar (the greatest good for the greatest number of people). Prinsip ini mengandung arti, bahwa tindakan yang benar adalah yang menghasilkan kebaikan yang terbesar. Prinsip ini memberikan peluang kepada pemerintah untuk turut campur dibidang perekonomian jika tindakannya akan memberikan kebaikan yang lebih besar didalam masyarakat. Seperti dalam kasus pemungutan pajak, mungkin ada sebagian orang yang merasa dirugikan, akan tetapi pajak dapat digunakan untuk program pemerintah yang berguna bagi orang banyak didalam masya rakat yang menghasilkan kebaikan yang lebih besar diban dingkan kerugian yang diakibatkannya.
Intervensi pemerintah dimaksud mencakup : (1) Pendidikan, pembangunan fasilitas umum, dan hal-hal lain yang dapat mencegah ledakan jumlah penduduk seperti yang diramalkan Malthus; (2) pengenaan pajak untuk invetasi yang dipandang tidak efisien dan dapat menurunkan tingkat laba; (3) investasi keluar negeri, di mana biaya produksinya lebih rendah dari pada biaya produksi dalam negeri. Walaupun Mill bersimpati terhadap perubahan sosial, namun Mill tidak memiliki konsep yang jelas untuk melakukan perubahan tersebut. Selain itu, Mill tidak setuju adanya campur tangan pemerintah sebagaimana dalam kon sep sosialisme. Karena Mill menekankan tentang perlunya perubahan sosial melalui kerja sama sukarela antara pengusaha dengan kelas pekerja, dan diorganisir dalam suatu bentuk koperasi.
Dari uraian tentang perdebatan kaum Ekonomi Klasik pada intinya dapat disimpulkan, bahwa kaum Ekonomi Klasik yang mengikut Adam Smith melihat, bahwa sistim perekonomian suatu negara sebagai sistim yang dikendalikan oleh invisible hand. Tetapi sistim tersebut tidak selalu sempurna. Untuk mengimbangi ketidak sempurnaan tersebut diperlukan campur tangan pemerintah yang terbatas, dan bukan campur tangan sebagaimana yang disarankan kaum sosialis.
Pemikiran tentang invisible hand dikritik oleh Karl Marx di dalam karya-karyanya. Pada periode selanjutnya sistim ini  diperbaiki oleh kaum Neoklasik. Namun di Indonesia, kisah campur tangan pemerintah, seperti untuk memproteksi produk pertanian maupun upah buruh masih jauh api dari panggang. Jadi sebenarnya negeri ini milik siapa ?.


[i] http://.en.wikipedia.org/wiki/John_Stuart_mil
[ii] Lihat Manifesto Komunis, pada bagian akhir pembahasan Kaum Borjusi dan kaum Proletar.
[iii] Pendapat ini dibahas didalam bukunya yang terkenal yakni Das Kapital, serta ditulis pula didalam suatu pamflet, yakni Manifesto Komunis, khusus- nya bagian tentang Kaum Borjuis dan Kaum Proletar.

Tidak ada komentar: