Jumat, 28 September 2012

Upah Pekerja

Menurut pendapat yang bernuansa politik: “harga rata-rata dari kerja-upahan ialah upah minimum, yaitu jumlah bahan-bahan keperluan hidup yang mutlak diperlukan untuk mempertahankan buruh sebagai seorang buruh dalam hidup sekedarnya. Oleh karena itu, apa yang telah dimiliki oleh buruh-upahan dari hasil kerja nya, hanya cukup untuk memperpanjang dan melanjutkan hidup yang sekedarnya itu.” Dalam perkembangannya definisi Upah Minimum disesuaikan dengan ukuran kelayakan hidup kaum buruh. Yakni: Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi.

Pendifinisian Upah diatas mendasarkan pada fakta kondisi buruh yang hidup pada masa itu. Kondisi ini dijadikan patokan untuk menentukan batas minimal pengupahan. Bagi sebagaian penggiat buruh, hal ini tentu merupakan suatu keniscayaan yang akan terus berjalan sepanjang sistim kapitalisme memperoleh kemenangannya. Upah yang di berikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Namun sampai sejauhmana pengorbanan tersebut mampu ditukarkan untuk mencukupi kebutuhan hidup kaum buruh, yang waktunya telah tersita di dalam suatu produksi, sehingga tidak lagi memiliki alternatif lain dalam menjual tenaganya, selain tunduk pada aturan pemilik modal.

UPAH WAJAR
Tentang Upah Wajar (alami) untuk yang pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo. Menurut pendapatnya, (1) upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. (2) Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar, yakni upah yang berlaku di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh para ahli ekonomi modern, upah kodrat di jadikan batas minimum dari upah kerja.

Upah harga pasar sebagaimana diatas merupakan sesuatu yang langka, karena sangat jarang upah tunduk pada hukum permintaan dan penawaran, kecuali untuk bidang-bidang pekerjaan yang masih jarang dan bersifat khusus yang jumlahnya sangat terbatas. Sistim upah ini pun akan menurun menjadi batas upah wajar ketika persediaan tenaga kerja dibidang itu melimpah, atau kurang diminati pemberi kerja. Sebagai contoh sarjana tekhnik, pada awalnya banyak diminati karena pasar banyak membutuhkan, namun jelang perjalanannya tenaga teknik melimpah dipasaran, sehingga banyak pilihan bagi para pemberi kerja. Oleh karenanya upah pun akhirnya menggunakan upah wajar.

Menurut Marx buruh itu tidak menjual kerjanya, akan tetapi hanya menjual tenaga kerjanya. Pendapat ini mungkin mengambil bahan analisis dari patokan upah wajar, merupakan suatu yang diniscayakannya, seperti yang digambarkannya tentang tukang akhli diatas. Untuk kemudian berkesimpulan, bahwa upah yang di terima buruh hanya cukup sekedar memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup;tidak menyisakan kelebihan yang dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Buruh hanya di eksploitasi untuk memperbesar kapital, dan buruh diperbolehkan bekerja selama kepentingan para pemilik modal memerlukan. Oleh karena itu, kerja yang hidup hanyalah suatu alat untuk memperbanyak kerja yang telah tertimbun.

Pemahaman kerja yang tertimbun intinya sama dengan pemahaman tentang pendapatan atau laba yang terus bertambah agar pemilik modal mampu bertahan di dalam persaingan bebas. Kenyataan ini sama halnya dengan memperlakukan kaum buruh sebagai komoditi. Hal yang sama dengan seorang buruh yang menjual hasil karyanya di pasar, dipahami sebagai menjual tenaga kerjanya kepada yang mau membeli. Majikan adalah seseorang yang memerlukan komoditi tersebut. Jika dibutuhkan maka majikan pergi kepasar untuk membelinya dengan harga yang sesuai dengan nilai tukarnya.

UPAH MINIMUM
Upah Minimum adalah standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi.

Menurut kaum yang mencita-citakan masyarakat ideal, tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan yang tidak etis. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan tunjangan keluarga. Karena pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat di konsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan merupakan balas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang punya majikan tapi tidak tetap.

Di indonesia, pemahaman Upah Minimum saat ini adakalanya dijadikan maksimum upah yang harus dibayarkan. Sangat nampak ketika suatu perusahaan menempatkan upah untuk pegawai outsorching, yang bahkan mengkomposisikan te naga manusia kedalam pos pengadaan barang. Melalui sistim tender pengadaan tenaga kerja, maka upah kerja para pegawai outsourching hanya berada diambang batas minimal upah yang kadang-kadang harus dikurangi biaya-biaya lain yang di keluarkan oleh penyedia tenaga kerja. Kepastian akan upah menjadi jauh asap dari panggang, artinya buruh akan semakin tereksploitasi dan teralienasi.

Didalam regulasi Indonesia, seperti Peraturan Mentri Nomor 1/199, Pasal 1 ayat 1, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. Permasalahannya adalah, pengadaan tenaga outsourching tunduk pada hukum pengadaan barang dan jasa, dan pengadaannya harus dilakukan melalui tender, dipilih mana yang paling murah dan paling baik, maka upah mini mum pun akan menjadi patokan tertinggi bagi perusahaan di dalam memerikan upah kepada para pekerja.

Apabila merujuk ke Pasal 94 Undang-Undang (UU) no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % dari jumlah upah pokok dan tun jangan tetap. Definisi tunjangan tetap disini adalah tunjangan yang pembayarannya dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran atau pencapaian prestasi kerja, seperti tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan ke luarga, tunjangan keahlian/profesi. Beda halnya dengan tunja ngan makan dan transportasi, tunjangan itu bersifat tidak tetap karena penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja.

Adapun dasar-dasar pertimbangan dari penetapan upah minimum, sebagai berikut :
• Sebagai jaring pengaman agar nilai upah tidak melorot di bawah kebutuhan hidup minimum.
• Sebagai wujud pelaksanaan Pancasila, UUD 45 dan GBHN secara nyata.
• Agar hasil pembangunan tidak hanya dinikmati oleh seba gian kecil masyarakat yang memiliki kesempatan, tetapi perlu menjangkau sebagian terbesar masyarakat berpenghasilan rendah dan keluarganya.
• Sebagai satu upaya pemerataan pendapatan dan proses penumbuhan kelas menengah
• Kepastian hukum bagi perlindungan atas hak – hak dasar Buruh dan keluarganya sebagai warga negara Indonesia.
• Merupakan indikator perkembangan ekonomi Pendapa tan Perkapita.
• Banyaknya angkatan kerja, perusahaan dan serikat buruh atau Serikat Pekerja di Indonesia.

Dilihat dari uraian diatas, nampaknya banyak faktor-faktor pertimbangan yang sebernarnya diluat kebutuhan kaum buruh itu sendiri. Artinya, buruh masih dipertimbangan sebagai komoditi dan sekaligus dapat mempengaruhi perekonomian bangsa.

Selain diatur mengenai Upah Minimum (propinsi), dikenal pula sistim Upah Minimum Regional, atau standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.

Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun kelapa ngan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuh kan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di se jumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap represen tatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu di sebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gu bernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup layak di gunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasar kan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).

Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku pe nuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota.

CATATAN
Upaya untuk memperkecil gap penghasilan antara keuntungan pengusaha dan buruh saat ini dikenal dengan istilah bonus atau jasa produksi. Namun dalam prakteknya bukan untuk mengurangi gap penghasilan buruh dengan keuntungan perusahaan, melainkan untuk meningkatkan laba yang seharus nya diterima pengusaha.

Penetapan bonus biasanya ditentukan berdasarkan prosentase, namun masih jauh dibawah pendapatan yang diperoleh buruh. Sistim insetif atau rangsangan demikian bukan suatu pemberian cuma-cuma, melainkan bertujuan untuk meningkatkan produktifitas dan laba perusahaan. Semakin tinggi seorang buruh menghasilkan suatu produk maka semakin tinggi pula pendapatan yang diterima dari perusahaan. Disisi lain, pendapatan pengusaha pun akan jauh berada diatas keuntungan yang sewajarnya dia terima. Sistim demikian saat ini sudah banyak diminati para pihak, dianggap suatu praktek yang saling menguntungkan.

Tidak ada komentar: