Pada kolom JIWA MERDEKA dijelaskan mengenai kebebasan hakiki yang perlu dimiliki manusia, bagaimana kita memproklamirkan jiwa kita sebagai manusia yang bebas - merdeka. Tentunya kebebasan dimaksud sama sekali tidak terkait dengan "umbar nafsu", bahkan sebaliknya, jika unsur ini masih mendominasi watak kita makakia masih belum dapat membebaskan jiwanya.
Sebenarnya manusia dapat bertindak impulsif, namun ia pun memiliki kemampuan untuk menomor duakan impuls. Ia dapat mempertimbangkan perasaan, keadaan, kondisi, dan lingkungan., serta dapat menghadirkan nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara cermat, diseleksi dan dihayati, karena itulah sejatinya roh pengendalian diri.
Manusia dapat pula dipengaruhi stimulus (rangsangan) dari luar, apakah itu fisik, sosial atau psikologis. Respons terhadap stimulus didasarkan pada pilihan dari nilai yang diyakini. Inilah hakekat kebebasan manusia, atau kebebasan untuk memilih, bisa memilih apa saja. Negatif atau positif.
Kehendak bebas perlu diarahkan pada perilaku positif, keinginan apapun perlu ada pengendalian, karena ketika suatu keinginan menjadi tidak terkendali maka berubah menjadi sumber kesakitan dan beban yang tak disadari asal muasalnya, atau menjadi tidak benas.
Masalah pengendalian dijelaskan pula didalam salah satu firman. :”…..mereka (manusia) mempunyai hati, tetapi tidak mempergunakannya untuk memahami ; Mereka mempunyai mata, tetapi tidak mempergunakannya untuk melihat ; Mereka mempunyai telinga tetapi tidak mempergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi (QS 7 : 179).
Dalam perspektif agama samawi, pencerahan jiwa melalui memerdekakan diri dari setiap tekanan sebagai wujud meng “Esa” kan Tuhan. Tekanan dimaksud bisa berbentuk material atau hal-hal yang berakibat ketertekanan jiwa hingga merasa tidak bebas. Bagaimana seorang menginginkan berlimpah nya material tapi merasa takut kehilangan ; atau tidak bisa mengatakan yang benar kepada lingkungan karena takut berakibat buruk bagi dirinya ; dan mencintai terhadap orang atau terhadap sesuatu secara berlebihan.
Sikap dan perilaku ketakutan dan kecintaan demikian dapat menjadi menduakan atau menyekutukan Tuhan. Dalam agama Islam misalnya, jika dihayati dan diamalkan prinsip Laillahailallah – tiada Illah selain Allah, dapat membawa penganutnya menuju kebebasan dan pencerahan Jiwa. Manusia tidak boleh takut selain kepada Allah. Bahkan ketakutan selain kepada Allah dapat dikatagorikan menyekutukan Allah.
Tokoh Pencerahan Jiwa
Dalam kasus Siti Masyitoh atau Billal misalnya, betapa ketertindasan fisik yang dialami mereka tidak cukup mampu merampas kebebasan berpikir tentang keimanan kepada Allah. Atau pada cerita Nabi Ibrahim, api yang membara tak mampu meluluhkan raganya. Dalam kalimatul tauhid tersebut hanya ada satu Dzat yang perlu ditakuti dan diikuti, yakni Allah – Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang sangat memahami kalimatul tauhid diniscayakan memiliki keberanian yang tak terhingga. Ia dapat menjaga apa yang dimilikinya, namun ia tak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar